Palu,- Anggota DPRD Kota Palu, Mutmainah Korona menilai, dalam menekan jumlah kasus terpapar Covid-19 yang kian melonjak di Kota Palu sangat dibutuhkan peran kalangan anak muda. Sebab, generasi muda memiliki jangkauan aktivitas luas yang kerap berinteraksi secara langsung dengan masyarakat luar. Hal ini tentu berpotensi menularkan virus kepada orang lain disekitarnya yang memiliki daya tahan tubuh lemah sehingga rentan terpapar.
Sementara itu, mendeteksi virus dikalangan anak muda cukup sulit, karena selain daya imun tubuhnya kuat, generasi muda pun sebagian besar rajin berolahraga. Sehingga meskipun terpapar virus tidak menunjukan ada gejala Covid-19 atau yang disebut Orang Tanpa Gejala (OTG).
Menjadi masalah krusial, jika anak muda OTG ini kemudian berinteraksi bersama keluarga di rumah yang mungkin ada diantaranya rentan terpapar Covid-19 dan beresiko terjadi komplikasi karena penyakit bawahan.
“Karena kalau anak muda ini terpapar selain daya imun yang kuat, dia masih bisa berolahraga, memperbanyak minum vitamin melakukan karantina Mandiri, dan tidak berinteraksi dengan orang lain yakin dia akan sembuh dari Covid. Tapi jika penularan itu terjadi kepada orang tua atau yang sudah memiliki penyakit bawaan maka ini berbahaya untuk keselamatan nyawa,” ungkap Mutmainah.
Ia mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di Kota Palu membutuhkan pendekatan baru terkait penanganan baik pencegahan ataupun penanganan memutus mata rantai sebaran virus, diantaranya melakukan pendataan penduduk rentan terjangkit virus berbasis Rukun Tetangga (RT) seluruh Kelurahan, Kota Palu.
Pasalnya, meskipun telah memasuki tahun baru 2021, namun data jumlah penduduk terkonfirmasi positif Covid-19 di Kota Palu terus menunjukan grafik peningkatan. Maka ini perlu ada pola penanganan baru.
Meski demikian, Anleg Palu fraksi NasDem ini menyebut, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dari bebagai kalangan masyarakat menganggap patut diberlakukan di wilayah Kota Palu ini tidak serta merta diindahkan. Sebab, kata dia, kebijakan tersebut perlu membutuhkan kerangka analisa yang tidak hanya melihat satu aspek.
Yakni menyangkut kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menyangga kebutuhan pokok masyarakat saat terjadi perlambatan putaran ekonomi daerah akibat pembatasan aktivitas bersakalah besar.
Apalagi, kondisi Kota Palu hingga kini masih berada pada tahap pemulihan paska bencana 28 September 2018 yang mengakibatkan sebagian besar penduduk berada dibawah garis kemiskinan.
Menurut Mutmainah, jumlah penduduk miskin yang sangat tinggi ini tentu membutuhkan anggaran besar dialokasi untuk menyangga kebutuhan pokok ketika mereka harus Stay Home yang terpaksa harus terhenti bekerja.
“Pemerintah Kota harus mampu menyangga kebutuhan pokok masyarakat ketika masyarakat tidak bekerja, karena tetap harus di dalam rumah. Apakah kebijakan dengan memberikan subsidi itu mampu (Anggaran),” kata Mutmainah.***
Reporter: Supardi