PALU,- Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) partai Demokrat Sulawesi Tengah (Sulteng) Anwar Hafid atau AH tegas memecat para kader yang ikut menghadiri Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli serdang menetapkan Moeldoko terpilih Ketua Umum (Ketum). Kehadiran kader di KLB adalah bentuk pengkhianatan kepada Partai.
“Secara pribadi sebagai umat beragama tentunya diperintahkan untuk saling memaafkan, tetapi persoalannya adalah menyangkut pengkhianatan saya yakin tidak di organisasi manapun tidak ada ada yang menerima pengkhianat. Jadi tidak ada tempat bagi pengkhianat didalam organisasi,” tegas AH.
Hal ini disampaikan usai mendatangi Kanwil Kemenkumham Sulteng bersama unsur pimpinan DPD Demokrat, dan 13 Ketua DPC se Sulteng, Rabu (17/03/2021). Agenda kehadirannya, untuk menyampaikan penegasan bahwa pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang adalah Inkonstitusional atau Ilegal, sekaligus menyerahkan dokumen berupa SK pengurus dan AD/ART dibawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sah.
AH mengatakan, kehadiran kader di KLB yang inkonstitusional dan tak sesuai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) adalah bentuk pengkhianatan terhadap partai dibawah kepemimpinan yang sah. Olehnya, selaku Ketua DPD Demokrat yang setia kepada Ketua Umum (Ketum) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terpilih berdasarkan kongres ke-V.
Ketua DPD Demokrat itu juga mengungkapkan, bahwa terdapat 14 orang kader Demokrat di Sulteng terdiri dari 10 pengurus DPD, dan 4 pengurus DPC. Semuanya adalah kader yang tidak memiliki hak suara (pilih) dalam kongres.
“Dari 14 orang ini, ada yang telah kami periksa sebelum KLB dan sudah diberhentikan dan 1 orang sudah ada SK pemecatan sebelum KLB. Selebihnya kita sudah BAP ditingkat DPD dan diusulkan ke DPP untuk SK pemecatan,” jelas AH.
Menurutnya, saat ini para kader Demokrat tidak hanya memperjuangan persoalan kedaulatan Partai, tetapi juga ikut memperjuangan tegaknya demokrasi di Indonesia.
“Sebab salah satu pilar Demokrasi adalah partai politik dan ini dilindungi. Kalau ada orang yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku, tidak sesuai AD/ART, kemudian ada gangguan dari orang yang Negara tidak bisa menjaga kedaulatan partai itu, saya kira Demokrasi mati di Indonesia,” ungkap AH.***
Reporter: Supardi