Palu,- Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), jadi dilema untuk melakukan penegakan hukum terhadap aktifitas sejumlah tambang emas ilegal yang ada di Sulteng. Bahkan, ada beberapa PETI di Parigi Moutong (Parimo), yang pertama di Kayu Boko, Lambunu, Moutong dan yang lagi viral adalah kegiatan pertambangan ilegal yang terjadi di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, kemudian di wilayah Sausu, ada juga di Salubanga, kemudian ada kegiatan yang terjadi di kawasan Balai Taman Nasional Lore Lindu yang juga menjadi atensi.
Selanjutnya, ada juga kegiatan pertambangan rakyat yang ada di wilayah Buol, yakni di wilayah Paleleh. Olehnya, kata Wakil Direktur Kriminal Kusus (Wadir Krimsus) Polda Sulteng, AKBP Sirajuddin Ramly mengatakan, Kapolda memberikan arahan kepada kami jajaran Polda Sulteng, berkaitan penambangan liar ini di suatu sisi penegakan hukum, disisi lain bagaimana kita memberikan ruang dan kesempatan kepada masyarakat untuk bisa hidup dan bisa juga mendapatkan income, terutama di tengah pandemi Covid-19.
“Jadi sikap dilema “yang dilakukan oleh Polda” satu sisi penegakan hukum, bahwa ada aktifitas masyarakat yang dilakukan secara masif yang juga membutuhkan kehidupan yang layak. Namun, yang menjadi titik tekan kita, bahwa kegiatan-kegiatan masyarakat itu harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku,” ujarnya, Senin (15/3/21), sebut Wadir saat rapat dengar pendapat (RDP) lintas komisi DPRD Sulteng.
Sehingga, kata Wadir Krimsus Polda, untuk kegiatan-kegiatan seperti yang disebutkan tadi, itu beberapa kali pihak kami Tim Ditkrimsus Polda Sulteng bersama jajaran Polres melakukan penindakan, dan biasanya aktifitas itu berhenti.
“Jadi, pada saat kita melakukan penindakan biasanya aktivitas itu berhenti dalam waktu dua minggu, satu bulan, setelah itu aktivitas berulang lagi, berlanjut lagi. Kami tertibkan secara berulang-ulang, termaksuk yang ada di Taman Nasional Lore Lindu, yaitu Dongi-Dongi,” jelasnya.
Untuk Dongi-Dongi, lanjutnya, kami melakukan penindakan hukum dengan jumlah kasus yang kami tangani selama rentan waktu 3 tahun dari 2019 sampai dengan 2021 itu sebanyak 24 kasus. Khusus untuk Dongi-Dongi, kami memang, sebagaimana arahan pimpinan tidak langsung bersentuhan pada masyarakat yang melakukan aktifitas di lapangan.
“Kami menghindari jangan sampai terjadi konflik antara aparat dengan masyarakat. Makanya, kami melakukan kegiatan penindakan pada saat material ret itu di bawah dari Dong-Dongi masuk ke Sigi, maupun masuk ke wilayah Kota Palu. Dan itu sangat banyak kami melakukan penindakan, namun masyarakat berupaya dengan segala macam cara agar supaya lolos dan terhindar dari penindakan kami,” ujarnya. ***
Reporter: Yohanes Clemens