Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan Bocah Berumur 8 Tahun, Terkesan Lamban

  • Whatsapp
Foto: Ilustrasi Penganiayaan Bocah Berumur 8 Tahun/Kompas.com

Morowali,- Beberapa bulan lalu, salah seorang bocah asal Desa Sakita Kecamatan Bungku Tengah berumur 8 tahun inisial “NI” diduga dianiaya oleh dua remaja yang juga berdomisili di desa tersebut.

Akibatnya, bocah “NI” mengalami cedera di bagian pundak kanan, telinga kiri dan leher kiri. Menurut keluarga korban, bocah itu mengalami trauma karena peristiwa tersebut. Usai kejadian itu, “NI” sering menangis ketakutan dan histeris.

Sebelumnya, dua remaja yang diduga melakukan penganiayaan telah diproses damai oleh Bhabinkamtibmas Desa Sakita bersama kedua belah pihak, namun keluarga korban tak merasa puas karena terduga pelaku tidak mengaku.

Keluarga korban hanya menginginkan agar pelaku penganiayaan ankanya yang baru duduk di bangku kelas I Sekolah Dasar tersebut mengakui perbuatannya dan kemudian meminta maaf serta berjanji tak akan mengulangi perbuatannya.

Namun karena tak ada pengakuan, maka pihak keluarga memutuskan untuk melaporkan kejadian itu di Mapolres Morowali pada Jum’at (05/2/2021) lalu. Ketika melapor pada saat itu, salah satu oknum anggota Polres Morowali mengatakan bahwa perkara tersebut sulit dibuktikan karena tak ada saksi dan menyampaikan bisa ada tuntutan balik dari pihak terduga pelaku penganiayaan.

Pihak keluarga telah dimintai keterangan di Mapolres Morowali, namun sempat akan berniat mencabut kembali laporan tersebut karena khawatir dengan perkataan oknum anggota Polisi yang menyampaikan sulit pembuktian akibat tidak ada saksi dan pelapor bisa dituntut balik oleh pihak terduga.

Namun akhirnya, penanganan kasus itu berlanjut hingga pihak pelapor dilakukan wawancara di ruang Reskrim Polres Morowali. Namun sangat disayangkan, setelah berjalan kurang lebih 3 bulan, penanganan kasus itu terkesan sangat lamban penanganan sehingga pihak keluarga hanya bisa pasrah.

Terkait masalah itu, Kasat Reskrim Polres Morowali, Iptu Anang MS yang dikonfirmasi Rabu (5/5/2021) mengatakan dengan sangat singkat bahwa kasus tersebut masih diproses.

Sementara, salah satu anggota Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) Provinsi Sulawesi Tengah, Adriani yang diminta tanggapannya menjelaskan bahwa seharusnya Bhabinkamtibmas tidak melakukan upaya damai terhadap kasus penganiyayaan tersebut, karena proses hukum itu dapat menjadi efek jera bagi para pelaku penganiyayaan.

“Kalaupun saat kejadian itu tidak ada saksi, tetapi ini perkara anak, harus diprioritaskan dan untuk mengungkapnya penting untuk melakukan pemeriksaan psikologi klinis terhadap anak (korban) agar hasil dari psikolog klinis (visum psikiatri) tersebut bisa menjadi alat bukti pendukung untuk mengungkap kasus penganiayaan itu, jika dikatakan tidak terjadi penganiayaan yang diduga dilakukan oleh pelaku, mengapa Bhabinkamtibmas itu harus melakukan upaya damai, ini bisa menjadi salah satu petunjuk untuk proses penyidikan pihak Polres Morowali” urai Adriani. ***

Reporter : Bambang Sumantri

Berita terkait