Curiga Ada ‘Udang di Balik Batu’ dalam Genjot Mobil dan Kompor Listrik

  • Whatsapp
Pengamat menyebut rencana pemerintah menggenjot penggunaan mobil listrik dan melakukan konversi LPG dilaksanakan demi mengatasi kelebihan pasokan listrik PLN. (iStockphoto/brizmaker.
banner 728x90

Kelebihan daya ini diproyeksi bisa meningkat menjadi 7,4 GW pada 2023. Bahkan diperkirakan bisa tembus 41 GW di 2030, seiring dengan penerapan energi baru terbarukan (EBT).

Dikatakan setiap 1 GW, PLN harus menanggung beban sekitar Rp3 triliun per tahun karena dalam kontrak jual-beli listrik dengan produsen listrik swasta terdapat skema take or pay. Dengan kata lain, listrik yang dipakai atau tidak yang diproduksi IPP, PLN tetap harus membayar sesuai kontrak.

Abra mengatakan terkait ambisi pemerintah mendorong penggunaan listrik di sisi demand pun tetap memiliki tantangan. Misalnya, untuk penggunaan mobil listrik bagi operasional pemerintahan pusat dan daerah, peta jalan dan infrastrukturnya pun belum jelas.

Masalah standar jenis mobil listrik yang tepat digunakan pun masih dalam kajian. Selanjutnya, infrastruktur pendukung seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) jumlahnya terbilang masih sedikit dan belum merata.

Berdasarkan data PLN, tercatat hingga saat ini sudah tersedia 150 unit SPKLU PLN pada 117 lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Adapun rencana penambahan sampai akhir 2022 akan terbangun lagi sejumlah 110 unit SPKLU.

Sementara SPBKLU yang terbangun hingga saat ini baru 5 unit yang terpasang di Jakarta dan 2 unit di Surabaya. PLN pun baru berencana akan membangun 70 unit SPBKLU dengan jumlah sekitar 300 baterai dan lokasi tersebar di Pulau Jawa dan Bali.

“Kenapa pemerintah justru berambisi sekali ingin mendorong penggunaan mobil listrik tapi dari infrastrukturnya belum memadai di daerah-daerah? Bahkan di Jakarta sendiri masih terbatas,” kata Abra.

Sedangkan terkait konversi kompor listrik, aturan mengenai tarifnya pun belum jelas. Program kompor listrik yang ditujukan untuk masyarakat miskin dengan daya listrik 450 VA dan 900 VA akan dilakukan secara gratis.

Pemerintah akan mengganti Miniature Circuit Breaker (MCB) meteran listrik pelanggan golongan tersebut agar bisa menggunakan kompor listrik 1.000 watt.

MBC konsumen daya listrik 450 VA nantinya akan diganti menjadi 3.500 watt. Setelah mendapat tambahan daya ini, belum jelas masyarakat akan dikenakan tarif tambahan atau tetap tarif subsidi.

Menurut Abra, jika tarif yang dikenakan adalah tarif normal, ini akan memberatkan masyarakat miskin. Sedangkan jika diberikan jaminan tarif subsidi, penetapan tarifnya pun belum diatur dasar hukumnya.

“Belum ada regulasi yang mengatur tarif listriknya, ini seharusnya dibuat dulu dasar hukumnya. Supaya ada kepastian hukum bagi konsumen dan juga bagi PLN ketika menentukan tarif,” sambung Abra.

Berdasarkan keadaan ini, ia kembali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintah menggenjot program yang berkaitan dengan penggunaan listrik, seiring dengan upaya menekan oversupply listrik PLN.

“Itu motif yang tidak bisa dihindari bahwa perluasan mobil listrik dan kompor induksi ini memang jadi bagian atau strategi pemerintah untuk mengurangi oversupply listrik kita di Indonesia,” kata Abra.

Kalau kecurigaan ini benar, menurutnya langkah ini hanya efektif dalam jangka panjang. Sebab, pemerintah perlu menyelesaikan hambatan-hambatan tadi.

Memang, pemerintah punya peta jalan yang disebut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Tapi RUPTL ini pendekatannya hanya dari sisi supply.

Menurut Abra, dari sisi demand perintah pun perlu membuat peta jalan yang jelas.

“Jadi dari tambahan supply tadi, sektor mana saja yang akan menyerap listrik. Baik dari industri, rumah tangga, bisnis, dan sebagainya. Kemudian di-breakdown apa saja utilitas atau peralatan yang kan dijadikan sebagai basis penggunaan listrik tadi,” ujar Abra.

Berita terkait