Zulfakar menjelaskan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang jasa konstruksi pasal 86;
- “Bahwa kalau ada pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (1) hurif b akan adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran yang disengaja dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, proses pemeriksaan hukum terhadap pengguna jasa dan/atau penyedia jasa dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan jasa konstruksi.
2.Dalam hal terdapat pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat 1 huruf b terkait dengan kerugian negara dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, proses pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwewenang untuk pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dikecualikan dalam hal:
a.Terjadi hilangnya nyawa seseorang dan atau
b. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi (baca uu RI No.2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi).
Kemudian dalam peraturan pemerintah RI No.22 tahun 2020 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang No.2 tahum 2017 tentang Jasa Konstruksi pasal 142 ayat;
- Dalam hal pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 141 ayat 1, disampaikan kepada Kejaksaan RI dan/ atau Kepolisian RI diduga merugikan keuangan negara maka Kejaksaan dan/atau Polri meneruskan pengaduan masyarakay tetsebut kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
“Mengacu pada undang-undang dan permen tersebut, maka kita sebagai pengurus asosiasi terus mendukung dan mendorong kontraktor lokal yang masih tergolong pengusaha menengah ke bawah untuk tetap bekerja dan bersaing sehat. Jangan saling menjatuhkan, lagi-lagi saya katakan gunakan ruang sanggah jika terdapat proses lelang tidak bersesuaian dengan apa yang dipersyaratkan dan terus berkarya untuk kemajuan daerah ini,” kata pengurus Komite Advokasi Daerah Anti Korupsi Sulteng itu. ***