SULTENG – Pengurus Daerah (PD) Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) Kota Palu kembali menggelar Demonstrasi di tiga titik yaitu depan Gedung DPRD Sulteng, Gedung Gubernur Sulteng dan berlanjut di depan Polda Sulteng, Senin (05/12/2022).
PD LS-ADI Kota Palu masih membawa tuntutan yang sama seperti aksi sebelumnya yaitu menuntut Tangkap Pelaku/Cukong/Pemodal Penambang Ilegal. Pasalnya, penambangan emas tanpa izin (PETI) seakan kebal hukum.
Koordinator Lapangan (Korlap) Moh.Rizki Djalil mengatakan PETI di Sulteng, seakan sudah menjadi komoditas daerah. Banyak aktivitas PETI diberbagai daerah di Sulteng yang dilakukan secara terang-terangan dan seakan terbiarkan begitu saja oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
“Bahkan kasus PETI Sungai Tabong saja yang sudah jelas-jelas merusak lingkungan dan kedapatan banyak menampung BBM, terdapat pula 14 alat berat yang sudah diamankan kepolisian dari hampir 30 alat berat yang beroprasi disana namun sangat disayangkan kasus ini dihentikan oleh APH dengan dalih alat bukti yang tidak cukup,” kata Rizki.
Tak sampai disitu, menurutnya bahkan ada beberapa perusahaan di Sulteng yang memiliki IUP dan mengambil hasil bumi diluar wilayah konsesinya seperti yang terjadi diwilayah perusahaan nikel di Morowali.
“Seperti PT. Oti Oye Abadi dan tidak terdaftar di dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) serta perusahaan tersebut telah dicabut oleh BKPM,dan tentunya masih PT yang lain2nya. Hal ini kemudian yang membuat masyarakat untuk kembali menuntut pihak APH untuk bertanggungjawab atas keteledoran membiarkan pencurian terhadap kekayaan daerah ini,” tandasnya.
Senada dengan hal tersebut, Ketua PD LS-ADI Kota Palu Moh. Sabil menuturkan
selain itu bahkan keberadaan PT. Adijaya Karya Makmur (AKM) yang sudah berada di depan mata penegak hukum pun seakan mereka hanya menutup mata dan telinga terkait keberadaan dan pengelolaanya.
“Pasalnya perusahaan tersebut sudah sering mendapat penolakan dari masyarakaat sekitar tambang dan yang lebih parahnya lagi dilakukan PT. AKM sama sekali tidak memiliki izin alias Ilegal Mining,” kata Sambil
“Kekhawatiran mengenai dampak dari PETI di Poboya ini karena sistem pengelolaannnya cukup membahayakan, yakni melakukan perendaman menggunakan zat kimia sianida yang membahayakan lingkungan. Sehingga akan berbahaya terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat Kota Palu,” tambahnya.
Padahal secara esensi katanya, PETI merupakan kegiatan melanggar hukum sebagaimana telah diatur dalam UU NO. 3 Tahun 2020 dan tidak sejalan dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa Bumi dan air dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan diperuntukkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Namun sejauh ini kekayaan alam tersebut dikuasai oleh sekelompok orang bahkan pemodal-pemodal besar.
“Penolakan Persoalan PETI ini sudah beberapa kali terus disuarakan masyarakat, bahkan melalui LBH masyarakat Poboya telah melaporkan Vendor utama PT. AKM Ko Lim, Ko Popo beserta 5 orang lainnya. Namun sampai hari ini seperti tak terlihat proses penegakkan hukum kepada mereka yang sudah sangat jelas melakukan pelanggaran hukum, artrinya jelas telah melakukan tindak pidana. Ada apa? Ini kemudian menambah citra buruk dari APH khususnya di Sulteng,” tuturnya.
Sabil meminta jangan biarkan masyarakat terus-menerus menyampaikan stigma negatif kepada APH yang tidak dapat menuntaskan kasus PETI di Sulteng.
“Melalui ini kami meminta APH untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku sesuai dengan UU yang berlaku. Jika tidak ada penindakkan, maka kami siap melaporkan APH Sulteng ke pusat,” tutupnya.