Jakarta,- Penggugat UU Perkawinan berharap Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonannya yaitu agar UU Perkawinan membolehkan nikah beda agama.
Hal tersebut disampaikan kuasa hukum pengguggat Ramos Petege, Zico Simanjuntak saat berbincang dengan detikcom, Selasa (31/1/2023).
“Kami berharap dikabulin,” kata Ramos Petege.
Ramos Petege merupakan pemeluk agama Katolik yang gagal menikahi perempuan beragama Islam. Ramos Petege lalu menggugat UU Pernikahan ke MK dan berharap pernikahan beda agama diakomodir UU Perkawinan.
“Kalau melihat jalannya sidang ada pandangan yang berbeda dari MK. Di sidang hakim-hakim MK bertanya: Meski secara normatif tidak diakui, tapi secara praktik ada nikah beda agama. Bagaimana solusi pemerintah?” tutur Zico.
Zico berharap ada secercah harapan bagi keluarga nikah beda agama di Indonesia.
“Kan yang dirugikan kan anak-anaknya. Dari pertanyaan-pertanyaan itu, ada peluang menang,” ucap Zico.
Pernikahan beda agama secara administrasi diakui oleh UU Administrasi Kependudukan. Yang menikah beda agama meminta izin ke pengadilan untuk mencatatkan pernikahannya ke Dukcapil. Namun terdapat kelemahan.
“Kalau dikabulkan hakim, banyak protes seperti yang di Surabaya,” ucap Zico.
1. Pemeriksaan Pendahuluan (I)
2. Perbaikan Permohonan (II)
3. Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden (III)
4. Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait MUI (IV)
5. Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (V)
6. Mendengarkan Keterangan Saksi Pemohon dan Dewan Dakwah Islamiyah (VI)
7. Mendengarkan Keterangan Ahli Pemohon (VII)
8. Mendengarkan Keterangan Ahli Presiden (VIII)
9. Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait MUI (IX)
10. Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait MUI (X)
11. Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait MUI dan Saksi Pihak Terkait DDII (XI)
12. MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PIHAK TERKAIT DDII (XII)
Untuk diketahui, hakim konstitusi Suhartoyo mempertanyakan relevansi larangan pernikahan beda agama di UU Perkawinan. Sebab, UU itu telah berusia puluhan tahun sehingga konstektualnya bisa saja dikaji lagi.
“Sebenarnya Undang‐Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini, ini kan sudah hampir 40 lebih tahun,” kata Suhartoyo.
Suhartoyo menggarisbawahi keterangan DPR yang disampaikan Arsul Sani. Diterangkan Arsul Sani bila larangan itu sudah menjadi perdebatan saat lahirnya UU Perkawinan itu.
“Nah, persoalan yang muncul kemudian, memang dalam konteks kekinian, Pak Arsul dan Pak Dirjen, ini kan sudah berbeda dengan tahun 1974. Apakah tetap statis seperti 1973 atau kah sudah ada konteks kekinian yang sebenarnya juga menjadi bahan kajian bersama ketika akan dilakukan perubahan Undang‐Undang Nomor 174 itu, Pak Arsul?” tanya Suhartoyo.
Sedangkan hakim konstitusi Daniel Yusmic menggarisbawahi pada kenyataannya nikah beda agama tersebut terjadi di Indonesia. Pemerintah diminta memberi solusi.
“Jalan tengahnya seperti apa?” tanya Daniel tegas. ***
Editor/Sumber: Riky/Detik.com