Tapi hampir seluruh wilayah ini telah diklaim secara sepihak oleh China, sehingga mengancam potensi perikanan,minyak dan gas yang ingin dimanfaatkan negara-negara lain.
LCS dengan luas 3,3 juta kilometer persegi ini menjadi wilayah yang paling banyak diperebutkan di dunia, menurut Profesor John Blaxland dari Universitas Nasional Australia (ANU).
Hal senada disampaikan oleh Dr Bec Strating,Direktur Kajian Asia di La Trobe University
“Sebenarnya hal utama yang mendorong perselisihan ini adalah kebutuhan tiap negara yang terlibat untuk mengakses sumber daya LCS,” katanya kepada ABC News.
Perjanjian internasional telah dilakukan untuk menetapkan batas-batas klaim, serta memberikan gambaran yang lebih jelas tentang negara mana yang memiliki hak atas wilayah tertentu.
Namun, China telah mengabaikan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 tentang Hukum Laut.
China menegaskan hak teritorialnya di LCS, yang mereka sebut sebagai “sembilan garis putus-putus” berbentuk U, yang tidak jelas.
Klaim ini dibuat tahun 1947, dan sejak itu China menggunakan berbagai argumen hukum, sampai hadir di wilayah tersebut untuk mendukung klaimnya.
Dr Strating menyebut “sembilan garis putus-putus” sengaja dibuat tidak jelas oleh China, sehingga membuatnya sulit untuk menafsirkan apa yang diklaim China dan apakah klaim tersebut memiliki dasar hukum internasional atau tidak.
“Pembenaran quasi-legal adalah bentuk hukum, dan dirancang untuk membingungkan orang tentang argumen mana yang sah menurut hukum,” jelasnya.
Wilayah yang diklaim oleh China mencakup sebagian besar Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Vietnam dan tumpang tindih dengan ZEE Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Taiwan.