Meningkatnya kekhawatiran di Filipina
Di bawah pemerintahan mantan presiden Rodrigo Duterte, Filipina ingin menjaga hubungan ekonomi yang erat dan nyaman dengan China.
Negara ini berhasil menantang klain “sembilan garis putus-putus” China di Pengadilan Den Haag, yang pada tahun 2016 memutuskan China tidak memiliki “hak bersejarah” atas wilayah perairan itu.
Tapi Filipina tidak pernah mengeksekusi putusan pengadilan tersebut sampai sekarang.
Para pengamat menyebut situasinya akan berbeda lagi di bawah Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Kamis kemarin, Filipina mengumumkan telah memberi Amerika Serikat lebih banyak akses ke pangkalan militernya karena meningkatnya kekhawatiran atas langkah China di LCS.
“Manila kini kurang akomodatif terhadap Beijing dibandingkan di bawah pemerintahan Duterte,” ujar Dr Davis.
“Karena China semakin agresif, lebih asertif, sehingga beberapa negara ASEAN pun mulai melawan,” katanya.
Dalam pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing bulan lalu, Presiden Marcos Jr menyatakan kesediaannya untuk menghidupkan kembali negosiasi yang gagal untuk eksplorasi migas bersama.
“Tapi negara-negara ini khawatir jika menempuh jalur kerja sama dengan China, hal itu akan mengikis hak-hak mereka di bawah hukum laut internasional,” kata Dr Davis.
Ketegangan antara Beijing dan Manila atas LCS meningkat pada 2021 setelah Menlu Filipina meminta kapal-kapal China meninggalkan perairan yang disengketakan.
Hubungan semakin tegang dengan kehadiran ratusan kapal China di dalam ZEE Filipina.