Situasi ini tak luput dari perhatian serius Deputy Direktur Walhi Sulteng, Dedy Askari. Ia mengungkap sebuah fenomena perputaran uang cukup besar yang bergulir di lokasi PETI. Tak main-main, pejabat yang berhubungan langsung dengan aktivitas tersebut juga ikut-ikutan menjadikan PETI sebagai lahan “basah” yang menggiurkan. Menurut Dedi, ada rebutan rente di lokasi tambang.
Dedy yang aktif berkecimpung di lapangan, bercerita banyak tentang fakta yang ditemuinya di beberapa lokasi PETI, baik berdasarkan pengalamannya di lapangan, maupun dari hasil penyelidikan tertutup yang dilakukan selama menjadi ketua Komnas HAM.
“Aktivitas PETI ini saya ibaratkan seperti wilayah atau ruang abu-abu, di mana semua orang berebut bermain atau masuk di ruang itu. Ada pemodalnya, ada pemilik alat bahkan ada pemilik lahan, termasuk dalam hal ini pemilik izin atau konsesi,” kata Dedi, saat diwawancara Sabtu (28/09/2024).
Bahkan kata dia, di dalamnya juga ikut bermain para aparat penegak hukum (APH), baik kepolisian, Gakum KLHK Wilayah Sulawesi, termasuk pejabat pemerintahan setempat), mulai dari kepala desa/lurah, camat hingga pejabat pemerintahan di kabupaten/kota.
“Baik yang di Poboya maupun di Vatutela, semua memperlihatkan dengan jelas bahwa aparat penegak hukum seakan tidak berdaya dalam menangani kerja-kerja yang tidak berizin/ilegal,” ujar direktur eksekutif pertama Lembaga Pengembangan Studi Hukum dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPS-HAM) Sulteng ini.
Ia menyoroti ketidakberdayaan APH dalam menanganinya. Nampak jelas, kata dia, APH tidak menjalankan fungsinya secara maksimal yang akhirnya terkesan ada pembiaran.
Menurutnya, hal ini sulit dipungkiri, karena yang terjadi di Vatutela dan Poboya, sebagian besar masyarakat melakukan aktifitas pertambangan untuk kebutuhan menyambung hidup. Sementara yang dikelola dalam skala menengah membutuhkan modal besar dengan menggunakan alat berat dan alat angkut truck dalam jumlah mencapai ratusan armada.
“Ini yang dikatakan wilayah pertambangan berizin/legal namun aktifitas yang dilakukan Ilegal. Baik di Vatutela maupun Poboya, semua pihak berebut rente di sana dengan mengambinghitamkan rakyat kecil yang sekadar berusaha untuk menyambung hidup. Semua pihak melakukan itu dan menegaskan bahwa itu praktik Ilegal,” tegasnya.