Aliran Dana ke Tom Lembong, Kejagung : Apa Harus Ada Dulu Uang Baru Disebut Korup?         

  • Whatsapp
Foto: Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (Rumondang-detikcom)

Jakarta,- Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan status tersangka korupsi di kasus dugaan korupsi impor gula menyita, Tom Lembong tidak harus selalu disertai bukti penerimaan aliran uang.

Dalam kasus ini Tom Lembong dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang kerugian negara. Kejagung menilai regulasi yang telah diteken Tom telah merugikan negara, meski saat ini aliran uang korupsi ke Tom Lembong masih diusut.

“Apakah harus ada aliran dana dulu baru disebut sebagai tindak pidana korupsi,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi, Kamis (31/10/2024).

Harli mengatakan dari bukti yang didapatkan, penyidik telah meyakini adanya perbuatan korupsi berupa merugikan keuangan negara yang dilakukan Tom Lembong. Kejagung menyinggung aturan yang diteken Tom Lembong kemudian berujung pada delapan perusahaan swasta bisa melakukan impor gula kristal mentah yang mestinya hal itu tidak bisa dilakukan.

“Apakah peristiwa itu bisa muncul kalau tidak ada regulasi. Apakah regulasi itu benar,” kata Harli.

Pernyataan senada juga telah disampaikan oleh Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar. Dia menegaskan penetapan seseorang menjadi tersangka tak harus karena menerima duit korupsi.

“Ya inilah (aliran dana) yang sedang kita dalami, karena untuk menetapkan sebagai tersangka ini kan tidak harus seseorang itu mendapat aliran dana,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar kepada wartawan, Kamis (31/10/2024).

Qohar membeberkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Menurutnya, dalam dua pasal itu terurai bahwa korupsi tidak hanya soal memperkaya diri sendiri.

“Artinya di dalam dua pasal ini, seseorang tidak harus mendapatkan keuntungan. Ketika memenuhi unsur bahwa dia salah satunya menguntungkan orang lain atau korporasi, akibat perbuatan melawan hukum, akibat perbuatan menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya, karena jabatannya, dia bisa dimintai pertanggungjawaban pidana,” jelasnya.

Berita terkait