Sumber: Tirto
IBNU Affan, 28 tahun, menunjukkan secarik kertas pemeriksaan laboratorium kolesterol dan asam urat. Kertas itu menuliskan hasil kimia darah miliknya berada di atas ambang normal, 224 untuk kolesterol dan 11,9 untuk asam urat. Padahal, nilai normal kolesterol kurang dari 200 mg/dl sementara asam urat 3,5-7,2 mg/dl. Kata dokter, Ibnu kebanyakan makan makanan ‘enak’ saat lebaran kemarin.
Bukannya istirahat dan menikmati sisa waktu sebelum kembali bekerja, selepas pulang dari kampung halaman di Demak, Jawa Tengah, Senin, 10 Juni kemarin, Ibnu malah harus ke puskesmas. Sehari sebelum kembali ke ibukota, pergelangan kakinya nyeri luar biasa, seperti keseleo, tapi tak ada cidera, bahkan Ibnu tak melakukan aktivitas berat sama sekali. Puncaknya ia sampai kesulitan berjalan.
“Memang di kampung, gue makan segala macam, gulai kambing, rendang, opor ayam, mentok goreng, tahu tempe,” katanya.
Asam urat terbentuk dari hasil penguraian purin yang terdapat pada beberapa jenis makanan termasuk jeroan, hidangan laut, dan daging merah. Ketika asam urat menumpuk, terbentuklah kristal seperti jarum di bagian persendian yang menjadi pemicu nyeri pada sendi. Sementara itu, kolesterol didapat dari makanan yang mengandung lemak.
Makanan Khas Lebaran
Kedua penyakit ini sering muncul selepas lebaran karena keluarga nusantara umumnya menyajikan sajian daging-dagingan bersantan. Banyak orang menyantap segala jenis makanan saat lebaran tiba. Pada kasus Ibnu, dokter sampai dibuat keheranan lantaran angka kolesterol dan asam urat untuk pria seumurannya sudah masuk kategori tinggi.
“Kemungkinan gejalanya semakin parah karena selama puasa gue juga enggak olahraga,” ungkap Ibnu, sekarang, untuk memulihkan kondisinya, Ibnu berusaha menjauhi makanan berbahan dasar kacang, makanan berminyak, mengandung purin, dan tentu saja, berolahraga.
Idealnya, seusai menjalani pola makan yang berbeda selama satu bulan puasa, tubuh diberi waktu untuk beradaptasi ke pola makan normal. Namun, yang banyak terjadi justru sebaliknya. Saat lebaran, semua hidangan berat dari gulai, opor, rendang, hingga kue kering macam nastar, kue keju, dan teman-temannya habis disikat tanpa jeda. Alhasil, ragam penyakit menghampiri tubuh akibat pola makan berlebih saat lebaran.
Fenomena ‘sakit’ pasca-lebaran karena berlebihan mengonsumsi makanan ternyata tak hanya terjadi di Indonesia yang punya menu santan sebagai andalan. Penelitian oleh George Habib dan Iman Rashid membuktikan bahwa fenomena ini juga terjadi di timur tengah. Mereka menganalisis risiko asam urat dan radang sendi terhadap 22 pasien di Rumah Sakit Nazareth, Israel, paska Idul Fitri.
Menu khas selama Idul Fitri di sana termasuk minuman ringan, roti dari gandum (white bread), nasi, ayam, daging, kentang goreng dan rebus, buncis, salad segar, sayuran kaleng, buah-buahan, jus buah, cokelat, permen, kurma kering, kacang dan almond. Hasil penelitian mengungkapkan adanya peningkatan berat badan yang signifikan setelah Idul Fitri.
“Ada kenaikan asam urat karena peningkatan asupan makanan selama hari raya, sementara di sisi lain ada asupan cairan kurang sehingga membikin kadar kreatinin dan urea menurun,” tulis penelitian yang terbit di IMA Journal (2017) itu.
Kreatinin merupakan limbah yang didapat dari konsumsi daging dan metabolisme otot. Zat ini mengalir dalam darah, disaring ginjal, dan berakhir sebagai ekskresi bersama urea pada urine. Kreatinin merupakan indikator fungsi ginjal, nilai rendah kreatinin artinya terdapat gangguan pada asupan makanan, hidrasi, atau metabolisme pada usia lanjut.
Bagaimana Menikmati Hidangan Lebaran?
Hari Raya Idul Fitri seringkali dijadikan ajang ‘pelampiasan’ untuk mencicipi segala jenis makanan setelah sebelumnya harus berpuasa selama sebulan. Padahal, kebiasaan tersebut justru membawa pengaruh buruk bagi kesehatan tubuh. Selain kenaikan berat badan, asam urat, dan kolesterol seperti yang dialami Ibnu, makan berlebih juga membawa risiko penyakit lain seperti refluks gastro-esofagus (GERD).
Asam lambung akan naik ke kerongkongan ketika perut terus diisi makanan baru dan tidak diberi kesempatan mencerna. dr. Mazen Askheta, konsultan diabetes di Rumah Sakit Tawam, Al Ain merekomendasikan makan dalam porsi kecil sebanyak empat sampai lima kali, dibanding makan dua atau tiga kali dalam porsi besar dalam sehari. “Hindari makan berat dengan banyak dessert (makanan penutup) karena bisa membikin tubuh syok dan mengganggu kadar hormon,” ujarnya memberi saran, seperti dinukil The National.
Pola makan buruk selama lebaran selain akibat kontrol diri yang kurang juga dipengaruhi norma budaya. Di beberapa wilayah, masih ada tradisi silaturahmi ke sanak saudara hingga handai tolan selama minggu pertama paska hari raya. Biasanya, tuan rumah yang dikunjungi akan menyajikan ragam hidangan dan tamunyaharus mencicipi sebagai bentuk penghormatan.
“Susah bagi mereka untuk menolak karena ini menyangkut budaya,” kata Askheta. Lantaran sulit mengubah lingkaran tradisi dan budaya tersebut, anggota divisi kesehatan keluarga di Otoritas Kesehatan Abu Dhabi, dr. Arwa Al Modwahi, memberikan tips supaya tetap bisa menikmati hidangan hari raya dengan sedikit risiko kesehatan.
Caranya tentu saja mengimbangi asupan makanan, tidak hanya makanan yang tinggi purin dan kolesterol seperti daging, santan, dan gorengan, tapi juga harus menambahkan sayur serta buah-buahan.
“Yang penting adalah kualitas makanan, bukan kuantitas, dan ingat untuk tetap berolahraga,” ujar Al Modwahi. Al Modwahi menggarisbawahi, tips tersebut tak cuma diterapkan saat lebaran saja melainkan dijadikan pola hidup harian.
Jika asam urat tinggi, bagaimana? Jika terlanjur mendapati asam urat, kolesterol, dan penyakit lain karena balas dendam setelah puasa, baiknya hentikan makanan tinggi lemak, jeroan, makanan laut, daging, dan rutin berolahraga setidaknya selam 30 menit sehari, seperti yang sedang diterapkan Ibnu.
Biasanya dokter juga akan memberikan resep obat untuk menurunkan kadar asam urat dan kolesterol jahat dalam darah. Terakhir, lakukan pemeriksaan kesehatan rutin untuk mengontrol kadar kolesterol dan asam urat.**