Oleh: Andono Wibisono (jurnalis politik)
—OPINI—
11 BULAN lagi, pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 – 2024 akan digelar. Seiring makin dekatnya hajatan politik itu, beberapa partai politik (parpol) dan bakal calon mulai “memperlihatkan” warna arah koalisi parpol yang dibangun dan membangun pasangan agar chemistry dan memenangkan kontestasi 23 September 2020 mendatang.
Tulisan kali ini berkaitan dengan Pilkada gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Tengah pasca Longki Djanggola. Sesiapa saja kiranya akan dapat bertarung dan mendapat pasangan yang diidam-idamkan. Bukan pasangan yang ‘kawin paksa’ oleh arogansi parpol pengusung yang berakibat fatal bagi kemenangan kandidat.
Sepekan atau dua pekan terakhir, dinamika Pilgub mulai kembali naik intensitasnya ketika ada deklarasi Sigit Purnama Said (SPS) sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Sulteng 2020 – 2024 sesuai dengan rekomendasi DPP PAN yang dibacakan di palu oleh Ketua DPW PAN Sulteng, Oskar Paudi 28 Oktober 2019 lalu. SPS yang mengklaim mewakili anak muda millennial itu mendobrak pintu ‘diam’ Pilgub dalam beberapa bulan terakhir.
Benar. Gaya SPS yang mendekler itu memanaskan situasi politik Sulteng. Tiba-tiba wacana Rusdi Mastura (RM) – Makmun Amir (MA) yang disampaikan Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad H Ali ke linimasa media sosialnya. Sontak beragam tafsir dan analisa menyeruak di permukaan. Benarkah Ahmad Ali (AA) tidak maju? Benarkah AA akan bercokol saja di Jakarta hingga pasca Kongres Nasdem tanggal 8 Nopember 2019 mendatang? Benarkah hanya Ketua Fraksi Nasdem itu ekspektasi tertingginya, hingga mulai mencalonkan RM-MA? Benarkah seserius itu? Atau ada game yang akan disiapkan untuk mengecoh lawan? Atau sengaja AA memancing ‘musuh’ keluar? Kita sepakati dulu saat ini bahwa Nasdem dengan tujuh kursi mulai mewacanakan RM – MA untuk pasangan ideal di Pilgub.
Lantas bagaimana dengan Gerindra? Peraih kursi dan suara kedua di Pileg 2019 lalu di Sulteng? Siapakah ‘kuda’ akan disiapkan Longki Djanggola? Benarkah Hidayat Lamakarate (HL) positif merebut check Gerindra? Benarkah pernyataan HL ketika usai menyerahkan formulir ke Partai Golkar 03 Nopember 2019 di Palu, bahwa Anwar Hafid (AH) adalah pasangannya menjadi wakil gubernur? Apakah benar ini sudah direstui Longki Djanggola (LD)? Apakah ini jebakan halus HL saja? Atau sebaliknya, tidak mungkin HL yang birokrat basicnya berani menyandera Demokrat dengan pernyataannya? Kita nantikan babak selanjutnya.
Bagaimana dengan Partai Golkar? Partai yang dikenal piawai berselancar dan berpengalaman di pentas politik nasional pun mulai menggeliat menunjukkan eksistensinya. Di markas Beringin rimbun Jalan Moh Yamin Palu, sejumlah pentolan politik mulai berlabuh berharap rekomendasi. Ada HL, AH dan DR Aminuddin Atjo (AtJ). Rencana Senin sore ini (4/11/2019) Nurmawati Dewi Bantilan (NDB) pun akan melakukan hal yang sama. Siapa yang bakal merebut hati Golkar Sulteng dengan enam kursi?
Setelah Golkar, kita juga patut menganalisa langkah politik PDI-P Sulteng. Partai besutan Megawati Soekarno Putri penilaian saya sangat taat prosedur dan mekanisme. Terbukti sejumlah tahapan pembukaan pendaftaran hingga pengembalian berkas formulir sampai membawa data Balon ke Jakarta disampaikan ke publik, khususnya media sosial. PDI-P kali ini benar-benar mudah diakses walau sejatinya di partai banteng mulut putih itu menegakkan demokrasi terpimpin.
Penulis ingin membatasi sepak terjang pada parpol-parpol yang memiliki kursi sangat signifikan untuk digunakan sebagai ‘rental’, atau ‘go KPU’ [ara bakal calon nantinya.
TIGA PASLON
Analisis sementara penulis, bahwa bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Sulteng paling banyak tiga paslon. Kalau pun lebih dari tiga berarti ada ‘poros baru’ gabungan parpol peraih suara ‘dua hingga empat kursi’ di DPRD untuk berkoalisi. Ketiga Paslon itu bias lahir dari perut koalisi; Nasdem dengan parpol lain, Koalisi Golkar dengan parpol lain dan Koalisi PDI-P dengan dukungan parpol lain.
Balon gubernur dan wagub hingga kini nampak dipermukaan berlaga yaitu; duet Hidayat Lamakarate (HL) – Anwar Hafid (AH), Rusdi Mastura (RM) – Makmun Amir (MA), Sigit Purnomo Said (SPS) – Nurmawati Dewi Bantilan (NDB) atau NDB – SPS. Yang nampak dipermukaan ini sepertinya bakal berubah sangat memungkinkan. Tergantung sejauh mana peta politik baru, komunikasi politik baru, langkah dan strategi politik terbaru tentunya.
Siapapun nantinya akan menjadi Balongub dan Balon Wagub Sulteng di Pilkada 2020 mendatang tentunya harus selesai dengan problem masalah pribadinya, keluarganya, kelompoknya, klennya, dan urusan lainnya. Mengapa?
Anda itu menjadi calon pemimpin daerah yang kini drastis kemiskinan rakyatnya naik hingga satu digit akibat hempasan bencana. Anda akan menjadi calon Pemimpin sebuah daerah disaster, apa enaknya? Anda ditagih banyak korban untuk banyak memperhatikan nasib korban bencana dan lainnya. Anda mampu? Bila tidak mampu sebaiknya batalkan niat Anda. Karena jangan rakyat dan Tuhannya rakyat akan menghukum Anda. **