Sejumlah Kalangan Untad Merasa Malu Dengan Dr Nisbah
Palu, – Komnas HAM RI Perwakilan Sulawesi Tengah pada hari Selasa, (17/12/19) telah menerima pengaduan langsung dari Sdr Dr Nisbab, S.Sos, M.Si, perihal masalah pengabaian hak pegawai, karena tidak diberikan hak remunerasi oleh pihak Universitas Tadulako (Untad).
Dalam pengaduan surat yang dikirim oleh Kuasa Hukum Dr Nisbah, (Adi Prianto SH) kepada Kaili Post yang berhasil dirangkum pada pokoknya disampaikan hal-hal sebagai berikut.
Dr Nisbah, S.Sos, M.Si, sebagai pengadu, merupakan dosen yang mengajar di Fakultas lImu Sosial dan Politik (FISIP) Untad. Salah satu hak dari dosen di Untad adalah mendapat remunerasi yang berbentuk single salary yang juga merupakan pelaksanan dari Tri Darma Perguruan Tinggi berbasis kinerja.
Selanjutnya, pembayaran remunerasi sendiri dilakukan dengan lebih dulu adanya penghitungan nilai tunjangan remunerasi setiap 6 (enam) bulan sekali atau selama 1 (satu) semester.
Sebulan sebelum masa akhir semester dilakukan penghitungan dan input data, terkait syarat kelengkapan dokumen remunerasi yang dikonversi ke dalam poin indikator capaian kinerja berbasis Tri Darma tersebut.
Sehingga, pada akhir semester ganjil 2019-2020, tepatnya di akhir bulan November 2019-awal Desember 2019, tahapan penghitungan poin remunerasi akan dilakukan, di mana saat itu seluruh syarat
dokumen setiap dosen diproses, termasuk pengadu. Pemberian dokumen persyaratan oleh pengadu telah dipenuhi sejak akhir November.
Maka, pada 6-10 Desember, seluruh dokumen yang telah disiapkan harus diverifikasi dan divalidasi di tingkat
fakultas dan kemudian dilanjutkan validasi tingkat universitas.
11-12 Desember, saat seluruh berkas persyaratan dinyatakan siap input dalam sistem data, validator universitas a/n Ir. Abdullah Naser yang bertugas di FISIP Untad meminta pengelola input data a/n Herman untuk mengambil dokumen pengadu yang kemudian dipindah tangankan kepadanya dengan dalil bahwa
pengadu masih memiliki permasalahan.
Olehnya, berdasarkan hal itu, pihaknya meminta kepada pihak Untad untuk memberikan penjelasan tertulis berkaitan dengan apa yang menjadi substansi
surat tersebut di atas selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterimanya surat ini.
Olehnya, penjelasan saudara akan menjadi bahan pertimbangan kami untuk mengambil langkah-langkah pemeriksaan lebih lanjut, sebagaimana yang dimaksud Pasal 89 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kedua, jika apa yang dikemukakan oleh pengadu mengandung kebenaran, maka dengan tegas dan nyata melanggar, Pasal 38 Ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Namun, menaggapi hal itu, sejumlah kalangan di Untad merasa malu dengan sikap Dr Nisbah. Sebab, substansi dia sembunyikan baru berlagak korban HAM.
“Uang negara itu kembalikan saja dulu baru mengadu ke Komnas HAM. Jadi sangat disayangkan karena Dr Nisbah dan pengacaranya sembunyikan masalah pokok. Jika dalam waktu dekat tidak mau bayar uang negara maka akan diserahkan ke Pengacara ngara. Jika bandel masuk Pidsus,” ujar beberapa kalangan Untad.
Sejumlah pakar Hukum atau yang paham administrasi menilai jika langkah yang ditempuh Pengacara Dr Nisbah dan Dr Nisbah sendiri adalah salah satu taktik menghilangkah mal administrasi yang dilakukan, di mana uang Negara yang dirima sebenarnya tidak berhak, karena saat itu sedang tercatat sebagai komisioner KPUD Sulteng. Sehingga, yang bersangkutan menerima uang Negara Dari dua sumber yang mestinya tidak boleh dia terima.
“Saya juga dosen, tapi saya tidak mau merusak reputasi pribadi demi uang”.
Enggan dinonaktifkan demi uang. Sekarang, kata sumber itu berdalih korban HAM. Lebih baik terus terang bila tidak mampu bayar uang Negara yang sudah dinikmati. Daripada bikin sensasi begitu justru memalukan, ujarnya. ***
Reporter: Yohanes Clemens