Palu,- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah telah mengajukan permohonan perpanjangan waktu Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana di Wilayah Palu, Donggala Sigi, dan Parigi Moutong (Padagimo).
Terkait usulan tersebut hingga kini Pemprov Sulteng masih menunggu Surat Keputusan (SK) dari Presiden terkait persetujuannya.
Hal ini diungkap Wakil Sekretaris Pusat Data Informasi Bencana (Pusdatina) Pemprov Sulteng, Adiman saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (08/02/2021). Ia mengatakan, permintaan perpanjangan Inpres telah diajukan Gubernur melalui Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI beberapa waktu lalu.
Ia mengungkapkan, adapun tujuan tambahan waktu Inpres Rehablitasi dan Rekonstruksi (Rehab-Rekon) dilakukan, agar penanganan pasca bencana ini tetap berada dibawah intervensi Presiden agar tetap menjadi perhatian serius bagi Kementerian dan Kelembagaan terkait, meskipun penanganan Rehab-Rekon saat ini sedang berjalan.
“Jika ada Inpres berarti Kementerian lembaga dan Bappenas bisa melihat itu. Apalagi sesuai dengan rencana aksi dalam rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana itu diarahkan agar supaya cepat penanganannya. Ini juga agar ada keleluasaan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dibawah Kementerian melakukan penanganan Rehab Rekon,” jelas Adiman.
Wakil Sekretaris Pusdatin ini menuturkan, sejumlah permasalahan muncul ditengah proses penanganan Rehab-Rekon yang menjadi faktor keterlambatan, khususnya terkait lahan relokasi Hunian Tetap (Huntap) masyarakat. Pasalnya, akibat bencana Likuefaksi telah mengorbankan rumah hunian masyarakat yang tidak ada cara lain kecuali harus direlokasi. Penyiapaan lahan relokasi Huntap ini yang terjadi kesulitan.
Dalam penyiapan Hunian, sesuai arahan Presiden yaitu menmanfaatkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak lagi diperpanjang masa izinnya. Tetapi menjadi kendalanya terjadi permasalahan pada lahan sementara oleh bantuan Bank Dunia mempersyaratkan tidak boleh ada permasalahan lahan.
Sebelumnya, Pemprov telah melakukan langkah alternatif agar kesulitan penyiapan lahan tersebut bisa ada solusi, diantaranya membangun relokasi Huntap diatas lahan yang kurang dari satu hektare yang bisa di bangunkan 25 Unit Hunian masyarakat yang disebut Relokasi Satelit. Ini agar kesulitan Pemda untuk menyiapkan lahan relokasi yang sangat luas bisa punya pilihan lain.
“Kebijakan untuk membangun relokasi satelit yaitu tahan setengah hektare pun bisa dibangun untuk hunian masyarakat seperti 25 hunian untuk mensiasati apabila kita tidak mampu menyiapkan tanah yang luas untuk mereka. Dan juga memberikan pilihan kepada masyarakat yang tidak ingin terlalu jauh dari lokasi dari tempat asal mereka,” ungkap Adiman.
Ia mengatakan, terdapat beberapa kendala sebelumnya kini telah bisa diselesaikan, sehingga sudah ada beberapa titik kini dalam proses pembangunan Hunian seperti di Huntap Tondo II.
Selain itu, bencana non alam Covid-19 juga menjadi faktor penghambat percepatan penanganan Rehab -Rekon, sebab dalam masa tanggap darurat kesehatan akibat pandemi virus ini banyak sumber daya tenaga pengerja pembangunan Hunian mengalami kendala. Seperti mendatangkan tukang dari pusat itu juga terhambat akibat Covid-19 olehnya dalam usulan Gubernur tentang perpanjangan Instruksi Presiden itu memasukan salah satu faktornya adalah Covid-19.
“Mudah-mudahan kita harapkan percepatan pembangunan itu sudah bisa segera diselesaikan. Kita harapkan tahun ini sudah bisa terlaksana sesuai hasil rapat beberapa hari kemarin terkait percepatan Rehab Rekon bersama Kementerian PUPR bersama seluruh lembaga terkait,” ujarnya.***
Reporter: Supardi