PCR Wajib Bagi Penerbangan, Bukan Alasan Kesehatan

  • Whatsapp
Gubernur Sulteng Longki Djanggola meninjau Laboratorium Swab/PCR di UPT Laboratorium Palu. (Fofo: Ist/kp)

OPINI

Oleh: Ira Herdianti S.Si
Aktivis Dakwah BMI

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menekan angka penularan Covid-19, diantaranya adalah dengan membatasi mobilitas masyarakat melalui penerapan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau yang dikenal dengan sebutan PPKM.

Sampai saat ini penerapan PPKM di wilayah Jawa-Bali terus berlanjut walaupun sebelumnya telah diterapkan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Selain PPKM, Pemerintah kembali menerapkan sejumlah aturan untuk membatasi mobilitas Masyarakat. Salah satu aturan yang diterapkan adalah syarat perjalanan udara.

Sebagaimana dilansir dari Kompas.com (19/10/2021), sepanjang dua pekan ke depan (19 Oktober- 1 November 2021, pemerintah tak lagi mengizinkan penggunaan tes rapid antigen sebagai syarat penerbangan. Pelaku perjalanan penerbangan domestik hanya diperbolehkan tes RT-PCR. Aturan itu tertuang dalam instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Kementrian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan kewajiban tes PCR dalam syarat penerbangan diterapkan karena sulit menjaga jarak di pesawat. Kebijakan itu juga untuk mencegah penularan virus corona (Covid-19) di antara penumpang pesawat.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir berkata saat ini mobilitas masyarakat sudah mulai tinggi. Menurutnya, kapasitas pesawat dalam setiap penerbangan pun hampir penuh (cnnindonesia.com, 27/10/2021).

BUKAN ALASAN KESEHATAN
Menanggapi aturan wajib tes PCR tersebut, ketika dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (23/10/2021) Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mengatakan, syarat tes RT-PCR sebenarnya tidak bersifat mendesak untuk diterapkan bagi penumpang pesawat terbang. Sebab, menurut dia, perjalanan menggunakan pesawat terbang tergolong minim risiko penularan Covid-19. Selain itu, berbagai penolakan akan kebijakan pemerintah ini telah dilontarkan. Salah satunya adalah dalam bentuk sebuah petisi.

Dilansir dari health.detik.com (29/10/2021) bahwa petisi tersebut diunggah pada laman Change.org yang telah ditandatangani sebanyak 49.373 orang. Dalam petisi itu menyebut kewajiban tes PCR sebelum naik pesawat adalah peraturan yang aneh. Selain sirkulasi di pesawat disebut lebih aman, tes antigen dianggap sudah cukup akurat terlebih untuk mereka yang telah divaksin Covid-19 dua kali. Berdasarkan petisi tersebut membuktikan bahwa rakyat menolak kebijakan tersebut.

Adapun Pengamat penerbangan dari Indonesia Aviation Center, Arista Atmaji menduga adanya permainan bisnis dalam aturan wajib tes PCR untuk pesawat. Kebijakan wajib PCR untuk pesawat juga dinilai janggalkarena tak diterapkan di moda transportasi lain seperti bus dan kereta. Padahal Arista menilai risiko penularan jauh lebih besar dalam moda transportasi lain karena waktu yang dihabiskan penumpang relatif lebih lama (kumparan.com, 26/10/2021).

Dari fakta tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah tersebut bukan untuk menjamin kesehatan rakyat, tapi karna alasan kepentingan.

BUAH DARI PENERAPAN SISTEM KAPITALIS
Banyaknya kritik atas kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah saat ini membuktikan minimnya kepengurusannya terhadap kepentingan rakyatnya. Kebijakan-kebijakan yang dibuat hanya mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok. Seperti itulah buah dari penerapan sistem kapitalis. Semua kebijakan dibuat berlandaskan pada keuntungan dan kepentingan, sekalipun itu berdampak buruk pada ekonomi rakyat.

Sistem kapitalis saat ini telah melahirkan orang-orang yang serakah, yang selalu mengutamakan materi di atas segala-galanya, sehingga rela menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya termasuk membuat kebijakan yang hanya menguntungkan pribadi atau kelompoknya.

KEPENGURUSAN ISLAM KEPADA RAKYATNYA DI MASA PANDEMI
Berbeda dengan sistem Islam, Negara dalam hal ini pemerintah sebagai pelayannya harus memberikan pelayanan tes secara gratis kepada rakyat karena itu bagian dari kewajiban peri’ayahan (pengurusan) Negara atas rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus, ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR. Muslim).

Jadi, entah memeriksa kesehatan sebagai syarat bepergian atau tidak, Negara tetap berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang gratis ketika rakyat sedang membutuhkannya. Testing, Tracing, dan Treatment (3T) adalah upaya kita bersama untuk memutus rantai penyebaran virus Covid-19, maka Negara harus hadir terdepan dalam pelaksanaannya. Sebab, dalam Islam memandang bahwa nyawa setiap rakyat itu sangat berharga dan dijaga keselamatannya oleh Negara. Nabi saw. bersabda, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah disbanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai 3987, Turmudzi 1455 disahihkan al-albani).

Islam memandang bahwa testing (dalam hal ini termasuk tes PCR) termasuk bagian dari upaya memisahkan antara orang sakit dan sehat. Ini merupakan satu rangkaian dari penanganan pandemi, maka semestinya bebas biaya. Bahkan ini harus dilakukan kepada semua orang dengan tempo singkat agar virus tidak menyebar luas. Haram hukumnya Negara mengambil pungutan atas layanan yang wajib diberikan Negara

Dalam sistem Islam akan lahir pemimpin-pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab atas kehidupan rakyatnya. Sebab, para pemimpin Muslim tersebut paham bahwa segala kepengurusan mereka kepada rakyatnya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Selain itu, dalam sistem Islam memandang bahwa kesehatan adalah kebutuhan pokok setiap warga Negara yang harus dipenuhi. Negara akan mengalokasikan dana untuk pelayanan kesehatan yang maksimal kepada rakyat, mulai dari sarana, prasarana, tenaga medis yang ahli, laboratorium kesehatan yang memadai, hingga penelitian-penelitian di bidang kesehatan. Sebab, Islam paham bahwa dengan rakyat yang sehat, kemajuan dan pengembangan di bidang lain akan bisa berjalan lancar.***

Berita terkait