India kembali diambang konflik sosial terkait ramainya isu kebencian terahadap salah satu agama, bahkan ada seruan melakukan genosida umat muslim di sana oleh kelompok ekstrimis Hindu. Pada saat yang sama upaya pemerintah masih minim untuk mencegah hal ini.
Seruan genosida umat muslim terjadi pada satu konferensi di India bulan Desember lalu. Dimana ekstrimis Hindu menggunakan pakaian khas keagamaan menyerukan untuk membunuh muslim dan ‘melindungi’ negaranya. “Jika 100 dari kita menjadi tentara dan siap untuk membunuh 2 juta muslim, maka kita akan menang. Melindungi India dan menjadikan negara Hindu,” kata Anggota Senior Sayap Kanan Hindu. Partai Politik Mahasabha dalam sebuah video, dikutip dari CNN Internasional, Sabtu (15/1/2022).
Analis mengatakan kelompok ekstrimis Mahasabha Hindu tengah naik daun, yang sudah terjadi sejak Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa hampir 8 tahun lalu. Meski kelompok ini tidak terkait langsung dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) Modi. (CNBCindonesia.com,16/1/22)
Sementara Mahkamah Agung India akan menyelidiki dugaan pernyataan provokatif oleh para pemimpin agama Hindu pada Desember 2021. Menurut pengaduan polisi, dalam sebuah pertemuan tertutup di Haridwar, para pemimpin agama berpakaian safron menyerukan umat Hindu agar mempersenjatai diri untuk sebuah ‘genosida’ terhadap Muslim.
Mahkamah Agung telah mengirimkan pemberitahuan kepada pemerintah negara bagian Uttarakhand untuk menjelaskan mengapa mereka yang dituduh menyerukan genosida tidak ditangkap. Dilansir di Sky News, Kamis (13/1/2022), pengadilan tersebut akan memulai penyelidikannya pekan depan. Sementara itu, polisi Uttarakhand mengatakan mereka menginterogasi para tersangka, tetapi sejauh ini tidak ada penangkapan yang dilakukan.
Sebelumnya aksi kebencian umat muslim juga sudah terjadi. Ini bukan pertama kalinya kehebohan soal agama terjadi di India. Sejak Parti Nasionalis Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin petahana Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa, diskriminasi dan penganiayaan agama dilaporkan kerap terjadi.
Desember 2021, polisi India menangkap seorang pemimpin agama Hindu, Kalicharan Maharaj. Ia diduga membuat pidato yang menghina pemimpin kemerdekaan India Mohandas Gandhi dan memuji pembunuhnya. Gandhi ditembak mati oleh seorang ekstremis Hindu selama pertemuan doa di ibu kota India pada tahun 1948. Sebelumnya, ia menyerukan persatuan Hindu-Muslim. Di negara bagian Haryana, yang juga dikendalikan BJP, warga Hindu dilaporkan menghentikan umat Islam dari salat Jumat. Mereka meneriakkan slogan-slogan keagamaan.
Pada bulan November, kelompok garis keras Hindu membakar rumah mantan menteri luar negeri Muslim, Salman Khurshid. Pasalnya, ia membandingkan jenis nasionalisme Hindu yang berkembang di bawah Modi dengan “kelompok ekstremis” seperti ISIL (ISIS).
Disaat muslim India merasakan ketidakadilan dan kedzoliman atas negaranya, semua bungkam. Kemana pemimpin negeri muslim lainnya, kemana penggiat HAM? Terhadap muslim India mereka justru diam sejuta bahasa. Hak asasi yang biasanya terus digaungkan seakan hilang ditelan bumi. Tak pernah menampakkan diri seperti mati suri. Ini bukti bahwa HAM tidak berlaku pada kaum muslim. Padahal dalam peraturan tentang HAM terbagi menjadi enam poin yaitu hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak asasi politik, hak asasi hukum, hak asasi budaya dan hak asasi peradilan. Jika merujuk pada teori HAM, kaum muslim yang terkena pelanggaran HAM wajib untuk dilindungi dan dibela haknya.
Saudara muslim kita di India diserang karena keislamannya. Sementara itu, ormas Islam dan penguasa muslim masih bersikap basa basi. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia punya tanggung jawab moral lebih atas nasib jutaan Muslim India. Apa karena kerjasama antara Indonesia dan India sehingga membuat pemeritahan Presiden Joko Widodo ogah menyuarakan protes atas kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi pada kelompok muslim India? Bahkan dengan posisi Indonesia sebagai pemimpin ASEAN maupun anggota Dewan Keamanan pun tidak berpengaruh terhadap sikap pembelaannnya terhadap muslim India.
Kini jelas terlihat bahwa kaum muslimin adalah korban nyata dari tindak radikalisme dan terorisme. Segala narasi yang selalu memojokkan dan menstigmanegatifkan kaum muslimin sebagai radikal dan teroris seharusnya bercermin dari peristiwa tragis bumi hindustan ini.
Tak hanya itu, di belahan bumi lainnya, kaum muslim selalu jadi korban kebrutalan rezim dan tirani. Sebut saja Muslim Uighur, Rohingnya, Kurdi, Suriah, Palestina, dan masih banyak kaum muslim di belahan dunia lain yang terus menerus ditindas. Tak usah jauh-jauh ke belahan dunia lain, di Indonesia pun yang notabene mayoritas penduduknya muslim, namun kaum muslim di negeri ini acapkali difitnah, dipersekusi, bahkan dikriminalisasi. Isu radikalisme dan terorisme terus menerus digulirkan bahkan dijadikan agenda penting bagi rezim untuk memberantas kaum muslim yang aktif menyuarakan syariat Islam. Makna radikalisme dan terorisme pun seakan telah disematkan secara permanen terhadap umat Islam, bukan umat lainnya. Maka, patut diduga rezim saat ini adalah rezim yang anti terhadap Islam.
Ini terbukti dari bobroknya sistem kapitalis-sekuler yang hanya berasaskan kepentingan dan materi saja tidak peduli dengan keselamatan rakyat dan ditambah juga ikatan nasionalisme telah membuat sekat-sekat dalam diri umat. Nasionalisme merupakan faham barat yang membuat negeri muslim terpecah belah menjadi beberapa negara. Konsep nasionalisme telah dipegang erat dan menjadi peninggalan pemahaman yang sukses dari para penjajah.
Nasionalisme dalam artian penduduk diluar dari negaranya berati bukan menjadi tanggung jawabnya. Negara antar negara memiliki batas kewenangan, sekat antar negara membatasi gerak antar muslim untuk menolong saudaranya, kuatnya militer hingga canggihnya persenjataan menjadi tidak berguna untuk membebaskan saudara seakidah penyebabnya adalah satu konsep yang bernama nasionalisme.
Sejak runtuhnya khilafah pada tahun 1924 negeri muslim terkotak-kotak dan terpecah belah yang mengakibatkan kurangnya rasa persatuan dalam diri kaum muslim sehingga tidak merasa bahwa umat adalah ibaratkan satu tubuh, jika satu bagian tubuh yang sakit maka semua akan merasa sakit. Tidak pantas jika hanya berdiam diri, tidak layak dan tidak pantas untuk mendiamkannya berlama-lama. Kekuasaan pemerintah harus bertindak untuk mengakhiri untuk mengakhiri penderitaan mereka, jika dunia Islam terus berdiam diri dan membiarkan hak ini terjadi maka genosida akan berlanjut.
Diskriminasi yang dilakukan oleh India terhadap warga muslim berbanding terbalik dengan perlakuan negara Islam terhadap non-muslim. Sejak masa Rasulullah Saw, warga negara Islam terdiri dari 2 kelompok. Kelompok pertama adalah muslim, kelompok kedua adalah non-muslim disebut kafir dzimmiy (terdiri dari: nasrani, yahudi, majusi, penyembah berhala, dll). Rasulullah Saw memperlakukan mereka sama. Mereka mendapatkan hak dan pelayanan sebagai warga negara. Mendapat jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan pokok lainnya. Mereka juga diberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah mereka. Boleh mendirikan rumah ibadah. Bahkan mereka dibuatkan pasar khusus yang menjual bahan makanan dan minuman yang diharamkan untuk kaum muslimin. (An-Nabhani, Struktur Daulah Islam)
Dari segala keterpurukan, ketertindasan dan ketidakberdayaan kaum muslim saat ini, semata-mata dikarenakan tidak adanya seorang pemimpin (Khalifah) yang menaungi seluruh umat muslim dalam satu naungan (Khilafah). Umat muslim kini terkotak-kotak, dan tercerai-berai bagai anak ayam kehilangan induknya. Maka mudah bagi serigala pemangsa untuk menerkam dan menghabisinya. Sungguh, Umat muslim di dunia ini butuh seorang Khalifah, sebagai Raa’in dan Junnah yang melindungi kehormatan, kemuliaan, dan darahnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Dan Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda:
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Saatnya umat Islam bangkit dan bersatu. Umat butuh pelindung aqidah, umat butuh kepemimpinan yang kuat. Hanya Islam yang memiliki kepemimpinan yang tegas dan umum tanpa sekat. Karena Islam mengharamkan penganiayaan dan penyiksaan dan pembunuhan terhadap sesama makhluk. Islam menjamin kesejahteraan umat, Islam melindungi nyawa, jiwa dan harta umat. Semua hanya ada pada kepemimpinan yang satu yakni dalam daulah khilafah benteng dan penjaga umat Islam di seluruh penjuru dunia. Siap untuk melawan kedzaliman dengan menyatukan seluruh potensi yang dimiliki dibawa satu kekuatan politik dan komando. Untuk itu marilah kita rapatkan dan kokohkan perjuangan untuk menegakkan khilafah di seluruh dunia.
Biodata Penulis
Nama: Eka Rezky Wahyunita Rahmadani S.Pd
Pemerhati Politik dan Ekonomi & Aktivis Dakwah Kampus
Organisasi: Back to Muslim Identity Community. ***