Devaluasi ini mendorong inflasi tinggi yang pada 2022 sudah menyentuh 16 persen.
Jika sudah begitu, maka harga-harga pun menjadi sulit diimbangi oleh daya beli masyarakat. Dalam situasi seperti ini, masyarakat menjadi paling rentan menjadi pihak yang paling terancam mencapai akses ke bahan pokok dan pangan.
Skenario ini membuat Program Pangan Dunia (WFP) memprediksi 14,4 juta penduduk Myanmar atau 25 persen dari total penduduk negeri itu terancam rawan pangan.
Keadaan ini bisa membuat Myanmar menghadapi dua malapetaka sekaligus, yakni siklus kekerasan dan hantu kelaparan.
Jika ini yang terjadi, hal lebih buruk bisa terjadi pada kawasan, termasuk gelombang pengungsi yang bisa merepotkan negara-negara ASEAN yang berbatasan dengan Myanmar, yakni Laos, Thailand dan Malaysia.
Situasi ini juga bisa mengganggu derap langkah ASEAN dalam menghadapi tantangan-tantangan kawasan dan global yang mutlak membutuhkan sikap bersama yang kuat dari seluruh anggota ASEAN.
Inilah mungkin alasannya ASEAN mesti lebih aktif lagi menekan junta dalam melibatkan semua pihak demi solusi langgeng dan menyeluruh di Myanmar karena situasi ini bisa mendorong stabilitas kawasan yang bisa membuat ASEAN fokus membentuk diri sebagai pusat pertumbuhan dunia. ***
Editor/Sumber: Riky/Antara