Literasi, paling tidak, sinyalemen-indikasi pelaksanaan pokir Hidayat Pakamundi untuk rehab gedung obat Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulteng, pokir Ridwan Yalidjama untuk perjalanan dinas monitoring dan evaluasi kefarmasian ASN Dinkes Sulteng kabupaten-kota se-Sulteng, dan Sonny Tjandra untuk renovasi toilet di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Undata Sulawesi Tengah, tak bersesuaian dengan arahan KPK, SE Gubsulteng,
Selain, realisasi pokir anggota DPRD Sulteng berbeda dengan arahan KPK dan SE Gubsulteng, juga tak sesuai dengan regulasi Pemerintah Pusat yang telah ada sedari tahun 2017, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam Pasal 78, 178, dan 238 (2).
Menurut Basuki Haryono, pokir anggota DPRD yang digunakan pada lintas dapil bertentangan dengan regulasi yang diatur dalam Permendagri Nomor 68 Tahun 2012 yang mengatur tentang pokir DPRD yang sasarannya harus berdasarkan hasil reses dari dapil aleg ini.
“Kemudian, diajukan kepada eksekutif lewat Bappeda lalu ke dinas terkait untuk verifikasi, jika sudah sesuai dengan ketentuan baru disahkan menjadi Perda APBD oleh DPRD bersama OPD,” Basuki Haryono kepada WahanaNews.co, Senin (6/11/2023).
Ironis, idealnya Pemerintahan Sulteng, yakni DPRD, Bappeda, dan OPD lain, mampu menerapkan pelaksanaan penganggaran dan realisasi APBD yang bersesuai dengan rasionalisme tanpa tendensius dengan asas good governance dan clean government. ***
Sumber: WahanaNews.co