editor : admin redaksi | kailipost.com
SULAWESI TENGAH – Lolosnya hibah Rp12 miliar ke kejaksaan Sulawesi Tengah kini menjadi perbincangan publik. Bahkan, baru seumur jagung, Gubernur Anwar Hafid dicurigai ‘tak sehat mengelola’ keuangan daerah. Bahkan, DPRD dinilai berperan andil besar. Bahkan diduga melanggar kebijakan Presiden Prabowo Subianto agar menerapkan Efisiensi APBD sejak tahun anggaran 2025.
‘’Gubernur Anwar kelihatan kurang sehat mengelola keuangan daerah di tengah efisiensi dan prioritas menyelamatkan daya survive ekonomi kelompok rentan. Bukan belanja hibah yang sangat melukai perasaan masyarakat. Untuk bangun klinik gigi, rumah jabatan kepala jaksa dan wakilnya. Apakah tidak memahami tuntutan mahasiswa 17+8 itu yang salah satunya soal soal komitmen dan pemborosan anggaran ke pejabat,’’ tutur Naib Djubair, aktivis mahasiswa universitas negeri di Kota Palu, Senin 8 September 2025.
Semestinya, hibah diperuntukkan untuk kelompok rentan miskin, kelompok usaha mikro dan kecil serta menengah ekonomi guna menjaga dan mengembalikan inflasi, defisit dan efisiensi sesuai seruan Presiden Prabowo Subianto. ‘’Jangan didemontrasi lagi. Kami bisa datang demo menuntut itu,’’ ancam aktivis yang kini mengeluti pers kampus itu.
Sebelumnya, sejumlah aktivis LSM anti rasuah tak terima. Dua tahun berturut turut berpotensi melanggar hukum. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah secara spesifik menyebutkan, dana hibah APBD tidak bisa diberikan berturut-turut dalam dua tahun.
Kejaksaan Tinggi Sulteng menerima hibah dua tahun tanpa jeda menerima hibah dari Pemprov. Kata LSM, hibah 12 miliar rupiah hanya untuk rehabilitasi klinik gigi, rumah jabatan dua pejabat.
Tapi, di luar gedung demonstran anti rasuah minta Kejati menolak hibah pembangunan rumah Kajati, Wakajati, Klinik dan lainnya sebesar Rp12 miliar dari APBD Sulteng TA 2025. Sebelumnya TA 2024 Kajati sudah menerima hibah Rp2 miliar.
Hibah Rp12 miliar melekat di Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda). Yang juga mengerjakan pembangunan Masjid Baitul Khairaat Rp210 miliar dana terserap oleh rekanan tapi hingga kini selalu molor penyelesaiannya. Semua bisa terjadi. Dan publik wajib menduga – duga kemana ujungnya.
Faktanya, aktivis ini tergabung dalam Serikat Pekerja Hukum Progresif (SPHP) Sulteng, Koalisi Anti Korupsi (KAK) Sulteng dan Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK). Moh Raslin dari SPHP saat berorasi di depan kantor Kejati meminta lembaga tersebut menghentikan penggunaan dana hibah Rp12 miliar.
Bagaimana Pak Kajati Nuzul Rahmat? Akankah hibah itu ditolak di tengah sebuah suasana kebatinan masyarakat yang sedang kesulitan ekonomi, menurun daya beli, susah mencari kerja dan biaya pangan terus inflasi.
DPRD Sulteng hingga kini belum memberikan klarifikasi. Bahkan beberapa nomer pimpinan komisi, fraksi dan dewan tak merespon konfirmasi. ***