Oleh : Hamzinah, S.IPust (Pustakawan & Pegiat Media Sosial)
ROMBONGAN – Kapal bantuan kemanusiaan untuk Jalur Gaza, Global Sumud Flotilla (GSF), lagi-lagi dicegat oleh Israel. Sekitar 40–44 kapal dengan lebih dari 450–500 aktivis didetensi dan dialihkan ke pelabuhan Ashdod, hanya satu kapal yang sempat dilaporkan masih bergerak lebih lama.
Intersepsi ini terjadi puluhan mil dari garis pantai Gaza (sekitar 70–75 mil laut menurut laporan). Tinggal satu kapal GSF yang terlacak masih berlayar menuju wilayah kantong tersebut. (cnnindonesia.com, 3/10/2025)
Di sisi lain, sejumlah negara melakukan aksi protes pro-Pelestina setelah Israel mencegat armada kapal bantuan kemanusiaan yang hendak menuju Gaza. Puluhan ribu orang turun ke jalan untuk menyuarakan kemarahan.
Namun, sebagian aksi berubah ricuh dengan perusakan fasilitas publik dan pertokoan. Israel menuai kecaman internasional usai pasukan bersenjatanya menaiki sekitar 40 kapal yang berusaha menembus blokade laut Gaza. Lebih dari 400 aktivis asing ditangkap, termasuk aktivis iklim asal Swedia, Greta Thunberg. (https://www.kompas.com)
DUNIA BERGEMING
Di saat yang sama, forum-forum internasional bergeming. Sebagaimana dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS. Beberapa negara turut serta menghadiri kegiatan tersebut. Ironisnya, sebagian negara memilih posisi aman dengan mengusung “Two State Solution”. Prancis, Belgia, Luksemburg, Malta, dan Andorra mendeklarasikan pengakuan mereka terhadap negara Palestina.
Sehari sebelumnya, Inggris, Kanada, Australia dan Portugal juga telah mengakui Palestina. Keputusan ini menambah jumlah negara yang saat ini mengakui negara Pelestina menjadi 156 negara.
Presiden RI Prabowo Subianto sudah tiga kali secara eksplisit membahas solusi dua negara (two-state solution) terkait konflik Israel vs Palestina. Ia menegaskan, posisi diplomatik Indonesia yang mendukung kemerdekaan Palestina sebagai syarat utama perdamaian, sambil menawarkan pengakuan terhadap Israel jika Palestina diakui secara berdaulat. Prabowo menyebut, Indonesia menyerukan solusi adil bagi Palestina, mendukung hak kedua belah pihak, dan menegaskan solusi dua negara sebagai jalan menuju perdamaian. (Tribunnews, 23/09/2025)
Ilusi Two State Solution
Kondisi Gaza yang semakin memburuk akibat agresi Zionis yang didukung AS seakan menjadi panggung nyata, bagaimana dunia internasional bersepakat untuk mengambil posisi aman. Tidak ada satu pun negara yang benar-benar berdiri tegak di sisi Gaza.
Bahkan, negara-negara besar lebih memilih bersembunyi di balik jargon perdamaian semu yang ditawarkan oleh AS melalui solusi dua negara (Two State Solution).
Padahal jika ditelisik lebih dalam, usulan solusi dua negara, sejatinya merupakan bentuk keputusasaan AS atas keteguhan rakyat Gaza dan para mujahidin yang terus berjuang mempertahankan tanah air mereka.
Meski diserang tanpa henti, Gaza tidak pernah tunduk, bahkan terus memberikan pukulan balik membuat proyek penjajahan Zionis tidak pernah benar-benar aman. Justru karena itulah, AS mengajukan solusi kompromi agar perlawanan itu dapat dilemahkan dan diarahkan ke jalur politik yang jauh dari spirit jihad pembebasan.
Sayangnya, dukungan atas solusi dua negara tidak hanya datang dari Barat. Para pemimpin negeri-negeri Muslim termasuk Indonesia, juga menyuarakan yang sama.
Padahal, langkah tersebut hanyalah ilusi dan justru semakin menjauhkan umat dari cita-cita sejati pembebesan Palestina, yaitu pembebasan penuh dari penjajahan, bukan pembagian wilayah.
Dengan mengamini solusi ini, para pemimpin Muslim secara sadar atau tidak, telah melegitimasi eksistensi Zionis di tanah Palestina. Langkah ini sekaligus juga bentuk pengkhianatan atas darah para syuhada yang telah tumpah demi tanah suci.
Alih-alih membela Gaza secara dengan dukungan militer maupun politik yang tegas, mereka justru menjadi corong diplomasi semu yang meninabobokan umat. Inilah bukti nyata kegagalan kepemimpinan dalam sistem sekuler yang tidak bertumpu pada syariat Islam, sehingga tidak pernah melahirkan keberanian politik untuk benar-benar menolong Gaza dan membebaskan Palestina dari penjajahan.
SOLUSI TUNTAS
Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menuntun umat Islam, akan solusi syar’i atas genosida terhadap Gaza. Solusi ini adalah melakukan jihad fii sabilillah. Jihad adalah ajaran Islam berupa perang melawan kaum kafir menegakkan dalam agama Allah SWT.
Ketika saudara-saudara kita diperangi, sesungguhnya kita wajib untuk membela dan menolong mereka. Sebagaimana Firman Allah yang artinya “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian,” (QS. Al-Baqarah: 191) Karena itu, sudah sepantasnya para penguasa Muslim di Arab dan Dunia Islam mengirimkan tentara mereka untuk berjihad bersama para mujahidin Palestina demi mengusir kaum Yahudi penjajah dari wilayah Palestina.
Sungguh, ini adalah amalan yang pahalanya luar biasa, karena itulah tak pantas para tentara Muslim berdiam diri dan berpangku tangan. Oleh karena itu, yang paling bertanggungjawab untuk memenuhi perintah itu, adalah para penguasa negeri Islam dan para panglima perang yang memiliki komando untuk menggerakkan militer negeri-negeri Islam. Apalagi yang dihadapi umat Islam dalam persoalan Palestina hari ini, bukan sekedar entitas Zionis, tetapi Amerika dan sekutu Eropanya.
Inilah kekuatan politik global yang juga siap mengerahkan militer mereka, hanya dengan mobilisasi tentara-tentara negeri Islam-lah akar krisis Palestina bisa dituntaskan. Akar persoalannya adalah keberadaan entitas penjajah Yahudi, persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan bantuan kemanusiaan, memang bantuan ini dapat membantu korban, namun tak menghentikan kejahatannya, yang tidak hanya melukai namun juga membunuh korban.
Demikian halnya dengan usulan kerangka perdamaian Barat atau solusi dua negara yang justru berujung pada pengakuan eksistensi penjajah Yahudi, seolah sebuh negara yang legal. Oleh karena itu, persoalan ini hanya dapat diselesaikan dengan jihad fii sabilillah.
Kaum muslimin dengan potensi yang dimilikinya saat ini, sangat mampu melawan Zionis dengan jihad, bahkan akan memenangkan perang hanya dalam waktu satu jam saja.
Apa yang terjadi di Palestina ini, menyadarkan kita bahwa umat ini harus bersatu, umat ini harus memiliki pelindung dan pemimpin yang satu. Berjuang dalam satu komando.
Sekat-sekat imajiner negara buatan penjajah, berupa paham nasionalisme telah menjadikan umat ini lemah dan tercerai-berai. Mengharapkan pertolongan PBB dan negara-negara kafir Barat adalah ilusi dan mustahil. Pasalnya, mereka adalah bagian dari pembuat masalah di Palestina.
Karena itu, umat memang membutuhkan seorang Khalifah, pemimpin kaum Muslim sedunia. Rasulullah SAW bersabda “Imam (Khalifah) adalah perisai, di belakang dia kaum Muslim berperang dan berlindung”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) yang akan menyerukan sekaligus memimpin pasukan kaum Muslim di seluruh dunia, untuk membebaskan tanah Palestina dan menyelamatkan kaum Muslim di mana saja. Khilafah akan menghentikan kolonialisasi, dominasi dan hegemoni Barat.
Wallahu a’lam bish shawwab