Catatan Pinggir | Ada Modus Saling Sandera

  • Whatsapp
banner 728x90

Barangkali saja orang akan mengingat tulisanku ini: Akan ada permainan politik oleh orang-orang kriminal dan permainan kriminal oleh orang-orang politik. – Pramoedya Ananta Toer

 

SEBULAN Lalu, Kepala Kejaksaan Negeri Parigi Moutong Jurist Sitepu pada media dengan gamblang menyebut akan ada sejumlah anggota dewan daerah itu akan disidik terkait Tipikor. Para wakil rakyat terhormat ada yang terindikasi gratifikasi, suap bahkan korupsi murni. Hal itu sesuai pengumpulan data dan keterangan pihaknya. Janji itu belum juga dibuka ke tingkat penyidikan.

Di sisi lain, mencuatnya sejumlah kasus dugaan korupsi bagai gunung es di Parigi Moutong. Kecil dilihat puncaknya, tapi sebenarnya di bawahnya begitu besar. Semuanya belum ada yang tersentuh hingga kini. Dari kasus dugaan pengadaan Baliho, SPPD fiktif, gratifikasi proyek, sampai pada dugaan mafia pembebasan lahan pemerintah daerah. Belum lagi kasus-kasus lama hingga kini bebas belum tersentuh.

Ada apa sebenarnya di daerah yang tingkat kemiskinannya begitu besar di Sulteng itu? Apakah begitu kuatnya kekuasaan pada para pejabatnya? Atau begitu kuat dan kebalnya hukum membidik para wakil rakyatnya? Atau antara penegak hukum dengan pejabat dan para wakil rakyat sudah ‘makan satu meja’ dan saling sandera? Benarkah. Semua dapat terjawab bila ada puncak gunung es itu perlahan akan meleleh hingga membuncah ke bawah.

Kuatnya pemerintahan apabila terlalu lemah dikontrol pasti akan melahirkan jalannya pemerintahan yang sangat otoriter. Begitu juga bila lemahnya kontrol lembaga berwenang diakibatkan oleh koptasi kepentingan politik transaksional jangka pendek. Pasti akan melahirkan tumpulnya kewenangan. Bila dua lembaga (eksekutif dan legislatif) sudah saling melemahkan, maka tak lain harapannya hanya pada lembaga yudikatif. Lembaga pengadil atas fakta di atas.

Rakyat begitu telanjang setiap hari disajikan informasi-informasi yang menyakiti hatinya. Mulai dari cara halus merampok uang rakyat sampai yang terang-terangan. Bahkan, perampokan itu masuk ke perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Rakyat Parigi Moutong begitu sangat penyabar menerima realitas kejahatan korupsi, sangat santun walau melihat banyaknya kejanggalan dipertontonkan para wakil rakyatnya. Rakyat sebenarnya hanya butuh dapat makan, dapat menyekolahkan anaknya, dapat rumah layak, dapat pekerjaan sesuai dengan pengetahuannya. Bahkan mungkin rakyat Parigi Moutong sendiri sudah tidak pusing mendengar, membaca, atau melihat pejabatnya, wakilnya di dewan atau pengadil di daerahnya sudah berbuat tak semestinya. Yang dibutuhkan hanya bisa makan, terentas dari kemiskinan dan penderitaan. Wallahu hualam. ***

 OLEH: andono wibisono

Berita terkait