Catatan Pinggir

  • Whatsapp
RAKORBANG & BUAH NAGA 

RAPAT Koordinasi Pembangunan (Rakorbang) tahun 2017 Propinsi Sulawesi Tengah sejak kemarin digelar di Palu. Sejumlah pimpinan OPD provinsi, dan kabupaten/kota turut hadir. Dari amatan jurnalis Kaili Post bahwa sejumlah program dan keterbatasan anggaran pembangunan dibahas. Sejumlah ‘impian’ dirancang untuk tahun 2018 ke depan.

Rakorbang secara ideal memang hingga kini masih seksi dipertanyakan urgensinya. Yaitu tidak dapat menampung keseluruhan program dan kegiatan 11 kabupaten dan satu kota di Sulteng. Itu wajar, karena Sulteng masih begitu minim anggaran. Sayangnya, hingga kini suasana Rakorbang sangat padat dengan seremonial dan kurangnya inovasi-inovasi baru dalam pengembangan gagasan, pikiran baru untuk mengejar ketertinggalan Sulteng di masa akan datang.

Di sisi lain, pemerintah provinsi belum merespon sejumlah keberhasilan daerah yang kiranya dapat menjadi role model atau untuk menginspirasi daerah lainnya. Sehingga, kesannya bahwa pembangunan antar kabupaten/kota belum simultan dengan tujuan pemerintahan provinsi. Atau Pemprov sendiri yang kurang peka menangkap keberhasilan kabupaten tertentu.

Misalnya; saat ini di Desa Witaponda Bungku Kabupaten Morowali ada satu petani yang sukses mengembangkan holtikultura Buah Naga hingga menghasilkan miliaran rupiah setiap hektarnya. Lima bulan lalu, lokasi ini sempat saya kunjungi. Awalnya, hanya bersilaturahim dengan jaringan almarhum Sudarto, yang umumnya adalah warga transmigrasi di sana.

Adalah Bapak Tuji; demikian saya memanggilnya. Ia mengembangkan buah naga awalnya disebut orang gila. Gila karena, empat hektar lahan sawitnya ia cabut semua dan diganti menanam buah naga. Tiga tahun usahanya berhasil dan mendapat pengakuan dari sebuah ritel besar yaitu Hypermart se Sulawesi-Maluku untuk menyuplai buah naga. Kini ia menjadi petani miliorder di Sulteng.

Menurutnya, Sulteng adalah wilayah ekuator yang berada di lintas katulistiwa. Umumnya, kabupatennya sangat cocok ditanami buah naga yang harganya terus merangkak naik. Satu hektar, ujarnya dapat menghasilkan satu miliar rupiah dalam waktu 1,9 tahun. Paska panen pertama, akan terus berbuah sampai 22 tahun.

Apa maknanya dengan Rakorbang? Mengapa petani holtikultura sukses sekelas Pak Tuji harusnya dihadirkan menjadi motivator dan inspirator pejabat pertanian di lingkungan Pemprov Sulteng dan hadir memberikan testimoninya agar dapat menginspirasi para birokrat yang umumnya tidak paham dengan apa yang diprogramkan akan memberikan dampak positif pada petani?

Rakorbang harusnya menjadi koordinasi betapa pentingnya melahirkan petani-petani sekelas Pak Tuji dan kawan-kawannya di Bungku yang kini sukses menanam holtikultura sejenis buah naga. Rakorbang tidak hanya melahirkan tumpukan program di atas kertas yang sulit diukur benefitnya. Bila ke depan hal itu dapat menjadi tradisi seremonial Rakorbang, pasti ke depan nilai-nilai rapat koordinasi dapat menjadi pemicu antusiasme para birokrat daerah berlomba-lomba melahirkan Tuji-Tuji baru. ***

OLEH: andono wibisono 

Berita terkait