Gaya ‘Merangkul Erat’ Politik Jokowi

  • Whatsapp
Fto: ist

Oleh: andono wibisono

Ekonomi tumbuh minus 5,32 persen di kuartal dua adalah fakta. Jokowi tidak hanya putar otak agar di kuartal tiga semua aspek dan sektor merangkak naik. Tapi di bidang sosial politik, presiden Joko Widodo juga perlu segera kerja keras putar Stratak.

Bila tidak, kritik makin tajam menghujam istana. Perlu diketahui irisan ‘oposisi’ tanpa lebel pasca Pilpres masih kuat magnetnya di era pandemi dan resesi. Jokowi pun mengagetkan dengan memberikan penghargaan Mahaputra Nararya pada Fahri Hamzah dan Fadli Zon atau akrab disebut double F. Politik ‘merangkul erat’ musuh (baca: kelompok kritis) selama ini.

Langkah Jokowi, tafsir saya sebagai breakdown pidato Megawati Soekarno Putri di Kongres Luar Biasa Partai Gerindra sehari lalu. Mega terang benderang menyebut perlunya rekonsiliasi nasional untuk persatuan nasional. Garapan Koalisi Nasional PDIP dan Gerindra sudah makin mesra akhir – akhir ini.

Resonansi pidato Mega masuk dan ditangkap serta diterjemahkan Jokowi begitu cekatan. Istana pun mengumumkan pemberian bintang paling tertinggi diberikan pada kalangan sipil. Bintang Mahaputra Nararya adalah bintang mahaputra kelas V. Bila diberikan ke kalangan militer harus didahului dengan sebelumnya menerima penghargaan dari Republik Indonesia.

Sontak jagad maya atau alam ghost, langsung gaduh pro kontra. Bagi pendukung kontra Jokowi di Pilpres ini bukti kritik mereka berguna bagi bangsa dan direspon oleh negara yaitu sebuah bintang maha tinggi di supremasi sipil.

Bagi irisan lain yang pro Jokowi menilai pemberian Mahaputra Nararya untuk Fahri dan Fadli Zon tidak tepat dan layak. Kritik keduanya dinilai banyak yang subyektif dan personal. Bahkan disebut tak ada benarnya Jokowi di mata keduanya. Pro Jokowi pun terbakar api cemburu.

Saya ingin keluar dari hiruk pikuk pro kontra yang mubazir dan melelahkan nalar. Saya mencoba merangsek ke cara berpolitik mashyur Jokowi di situasi dan kondisi ekonomi nasional saat ini. Jokowi mahfurm bila kritik makin tajam dan menusuk nadi batin publik, maka negara makin sulit mengekspektasi merangkak dari kondisi minus ekspor dan perbaikan perekonomian.

Bila publik sudah tak percaya, maka apapun negara lakukan di situasi sekarang makin mempersulit recovery ekonomi. Ketidakpercayaan publik yang tajam membahayakan stabilitas politik. Itu semua disadari Jokowi. Ia tidak ingin bermain – main dengan kekuatan dukungan politik formal saja.

Bagi pro Jokowi ‘rangkulan erat’ ini memang pahit. Betapa tidak. Sejak masa periode kedua belum ada satu pun pendukung fanatiknya diberikan bintang V sebagai penghargaan tertinggi. Paling hanya penghargaan jabatan di sana sini. ***

Berita terkait