Hal itu kata Hisam, dikarenakan pihak managament PT BTIIG belum melakukan sosialisasi yang detail atas rencana pembangunan pabrik, namun tanah yang menjadi hak warga telah dilakukan pengukuran sebelum adanya persetujuan dari pemilik.
“Warga yang bakal terdampak langsung dihebohkan dengan adanya rencana relokasi pemukiman baru yang hingga kini juga belum diketahui tempat relokasi pemukiman baru tersebut” jelasnya.
Selain itu kata Hisam, belum ada informasi yang jelas apakah perusahan PT BTIIG izinnya adalah masuk kategori izin bersaha resiko tinggi atau tidak.
“Terkait rencana relokasi pemukiman baru, perlu dipertimbangkan dengan banyaknya lzin Usaha Pertambangan di Kabupaten Morowali, jangan sampai lokasi pemukiman baru masuk dalam kawasan IUP, begitu pula dengan harga penetapan nilai ganti untung tanah warga telah beredar luas ditengah masayarakat, yang memicu adanya protes dari berbagai pihak, sebab diduga harga tanah tersebut ada indikasi mafia tanah yang terlibat dalam menentukan harga tanah warga yang sangat jauh dari keinginan pemilik tanah” urainya.