Ada apa di birokrasi era Cudy – Ma’mun ini? Benarkah di level birokrasi ada demoralisasi? Benarkah hingga sekarang sistem keprotokoleran pimpinan belum maksimal? Apakah ini karena model Out Off The Book Cudy yang belum adaptif di birokrasi?
Jejak digital kailipost.com pernah merilis sebuah pemberitaan terkait pokok – pokok pikiran (Pokir) DPRD mendominasi program dan kegiatan OPD di tahun anggaran 2022. Catatan media ini setidaknya ada 10 OPD dipenuhi Pokir. Praktis, birokrasi sulit menjalankan Renstra, program prioritas dan kegiatan. Jangankan berencana membreak down Renstra ke program, untuk kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) saja ada beberapa OPD sangat kesulitan.
Kita nanti dapat mengevaluasi TEPRA setiap OPD. Bagaimana hasil capaian kinerja, output, outcame kepada publik. Ingat bahwa Visi Misi Pemprov hanya ada tiga indikatornya: Infrastruktur, Kenaikan Fiskal dan penurunan angka kemiskinan. Kita akan sama – sama menunggu.
Selain itu, kelambanan lelang dan penetapan pejabat definitif ‘jenderal birokrasi’ alias jabatan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) menambah bumbu hiruk pikuk sistem birokrasi. Pelaksana tugas Sekdaprov memiliki keterbatasan kewenangan. Terlebih budaya birokrat yang amat ‘sungkan’ dengan pimpinan. Maka dapat kita lihat mencuat isu jual beli jabatan yang viral. Cudy – Ma’mun sudah rugi waktu setahun. Mesti hal ini dievaluasi.