Palestina Membutuhkan Tentara Kaum Muslimin Untuk Melenyapkan Entitas Penjajah
Lebih dari 100 hari genosida di Gaza, Palestina, Minggu (14/1/2024), sejak balasan Israel atas penyerangan Hamas 7 Oktober 2023, tercatat sudah sebanyak 23.843 orang warga Palestina yang tewas dan lebih dari 60.317 lainnya luka-luka. Protes pro-Palestina di seluruh dunia menyerukan diakhirinya serangan Israel ke Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada hari Sabtu bahwa perang Gaza “menodai kemanusiaan” menjelang hari ke-100 ketika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menggandakan sumpahnya untuk mengalahkan Hamas. Konflik yang menghancurkan ini telah memicu krisis kemanusiaan di Gaza dan kekhawatiran akan eskalasi regional semakin meningkat setelah pasukan AS dan Inggris menyerang pemberontak Houthi pro-Hamas di Yaman pada hari Jumat setelah serangan terhadap pelayaran di Laut Merah.
Mahkamah Internasional yang berbasis di Den Haag minggu ini mendengar argumen dalam kasus yang diluncurkan oleh Afrika Selatan – dan disambut baik oleh warga Gaza – yang menuduh Israel melanggar Konvensi Genosida PBB. Kasus ini menuntut penghentian kampanye militer, yang ditekankan oleh Israel kepada pengadilan sebagai pembelaan diri dan tidak ditujukan kepada warga Palestina. Namun Netanyahu bersikeras bahwa tidak ada pengadilan atau musuh militer yang dapat menghentikan Israel untuk mencapai tujuannya dalam menghancurkan Hamas. Kasus ini menuntut penghentian kampanye militer, yang ditekankan oleh Israel kepada pengadilan sebagai pembelaan diri dan tidak ditujukan kepada warga Palestina (tribunnews.com/14/01/2024).
Walaupun mendapat kecaman dunia dan dibahas dalam Mahkamah Internasional ternyata tidak memberi pengaruh pada kemunduran pasukan penjajah zionis ini untuk mundur melainkan mereka terus melanjutkan Genosida yang ada bahkan warga sipil Palestina terus berlarian tak tahu arah, mencari tempat aman lantaran berulang kali diperintahkan untuk evakuasi. Dari utara ke selatan, hingga ke ujung selatan lagi, mereka harus berpindah demi menyelamatkan nyawa di dalam “penjara terbuka”. Jalur Gaza sering disebut sebagai penjara terbuka, lantaran terperangkap di anatara Mesir, israel dan Laut Mediterania. Dilansir dari cnn.com bahwa laporan dari UNRWA pada agustus lalu setidaknya selama satu setengah dekade terakhir, situasi sosial ekonomi di Gaza terus menurun. Kondisi genosida ini memperparah seluruh ruang gerak warga Palestina, kedzaliman yang tidak berhenti ditambah para tetangga Negeri-negeri yang berdekatan dengan Palestina hanya diam dan tidak ada satupun mengirimkan bantuan pasukan untuk Gaza.