Negeri- negeri muslim tidak banyak yang membantu untuk melenyapkan penjajah secara tuntas hanya sebatas pengecaman padahal hampir seuruh negeri-negeri di Dunia membicarakan Genosida Palestina. Jikalaupun yang dapat membantu mengalami keterbatarasan akibat adanya hukum-hukum internasional dan sekat nasionalisme yang menghalangi satu negara masuk negara lain seperti yang dilakukan Afrika Selatan belakangan menjadi sorotan dunia karena dengan melayangkan gugatan terhadap Israel ke Mahkamah Internasional ( International Court Of Justice/ICJ) namun sampai saat ini, gugatan ini malah mendapat balasan cacian dari Perdana Menteri Israel pada Afrika Selatan. Sekat- sekat nasionalisme yang membuat Negeri-negeri tidak bisa berbuat dan mengrimkan pasukan bantuan untuk membantu pasukan Gaza dalam melawan genosida zionis Israel.
Pencaplokan entitas Yahudi atas tanah Palestina sesungguhnya merupakan hasil kerja kaum kuffar yang memakan waktu lama. Ini bukan proses pertempuran yang bermula pada 7 Oktober lalu saja, melainkan sudah terjadi sejak kaum muslim mulai disusupi pemikiran asing hingga institusi kekhalifahan runtuh. Keputusan negeri-negeri muslim untuk mencukupkan diri dengan memberi kecaman maupun usulan resolusi-resolusi yang berujung pada pengkhianatan entitas Y4hudi bukan tanpa alasan. Terbelenggunya gerak kaum muslim untuk membebaskan Palestina adalah buah dari penjajahan pemikiran dan runtuhnya kekhalifahan Islam. Melalui penjajahan pemikiran, kaum kuffar berhasil memenjarakan kaum muslim dalam sekat-sekat geografis dan euforia nasionalisme. Atas dasar ini, setiap negara dianggap memiliki hak dan kebebasannya masing-masing. Nasionalisme membuat batasan, mana yang menjadi urusan dalam dan luar negeri satu negara. Kalaupun menunjukkan kepedulian, nilai kemanusiaanlah yang menjadi pendorong, bukan kerangka akidah.
Sejatinya Palestina membutuhkan adanya pergerakan dunia Islam untuk membangkitkan umat, yang mampu mewujudkan bantuannya dari negeri-negeri muslim berupa pemgiriman tantara. Namun Nasionalisme juga telah menyandera para pemimpin negeri muslim dan menjadikannya antek yang siap mengikuti perintah tuannya, AS. Para pemimpin muslim mengabaikan fakta bahwa peperangan Zionis Yahudi dan H4m4s bukanlah peperangan yang berimbang. Milisi H4m4s merupakan organisasi militer yang independen yang terbentuk dari masyarakat dan tidak didukung oleh negara mana pun. Sedangkan militer entitas Yahudi didukung oleh negara dan dibantu oleh negara adidaya. Tentu pertarungan yang sangat tidak berimbang. Begitu pun milisi-milisi yang ada di timur Tengah, pergerakan mereka terbatas pada sumber daya, baik persenjataan maupun tentara. Ini karena negara yang menaungi milisi tersebut justru bertindak sebaliknya. Sungguh menyedihkan, entitas kecil Zionis Yahudi mampu menggenosida kaum muslim di Palestina, padahal wilayahnya dikelilingi oleh negeri-negeri muslim yang jumlahnya jauh lebih besar dari entitas Yahudi. leh karenanya, pembebasan Palestina membutuhkan tindak nyata sebuah negara, bukan sebatas milisi semata. Para penguasa harusnya mengikuti langkah para milisi sebab negara memiliki kekuatan besar untuk bisa memberikan tindakan nyata. Hanya saja, tindakan nyata ini—dengan mengirimkan tentara dan senjata kepada Palestina—tidak akan mungkin bisa dilakukan tanpa adanya persatuan umat muslim. Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).