Kelompok Dukungan Sebaya
Sehari-hari, Agus aktif di program peer support group atau kelompok dukungan sebaya untuk orang-orang yang mengalami masalah mental. Semula, dukungan sebaya ini dikembangkan di Yayasan Bipolar Care Indonesia khusus untuk orang yang didiagnosis mengalami gangguan bipolar.
“Awalnya banyak temen muda yang dateng, kuliah, terutama SMA, juga ada pekerja muda. Ada juga yang tua dan lansia, tetapi lebih jarang,” kata Agus.
“Dari kelompok dukungan sebaya, akhirnya saya dapat gambaran masalah yang teman-teman alami. Dari keluhan awal soal soal stigma dan akses ke layanan kesehatan, muncul masalah-masalah lain yang ternyata juga termasuk diskriminasi sistematis,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, seseorang dengan disabilitas mental psikososial harus sembunyi-sembunyi minum obat saat bekerja hingga kehilangan kerja dengan dipecat setelah konsumsi obat (farmakoterapi) karena adanya stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa dianggap membahayakan atau dianggap tidak layak di berkarya di ranah profesional.
Padahal, adanya upaya seperti pemberian ‘ruang tenang’ memungkinkan orang disabilitas mental psikososial maupun nondisabilitas jadi berkesempatan menikmati kerja dan belajar untuk menjaga wellbeing-nya.
Temuan ini kemudian diadvokasi Agus dan rekan-rekannya ke kementerian, lembaga dalam negeri, dan konvensi internasional.
“Hal-hal itu kami dokumentasikan dan buat laporannya ke komite CRPD, bagaimana kondisi teman-teman di komunitas, yang masih tinggal dengan keluarga, sendiri, maupun kunjungan ke panti rehabilitasi punya dinas sosial atau milik masyarakat dengan pendekatan rehab berbeda,” kata Agus.