Dosen PTIK itu juga menjelaskan, bahwa pemerkosaan menurut KUHP harus disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Jadi bayangkan andaikan ada persetubuhan dengan anak yang tidak disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan maka sesudah pasal pemerkosaan tidak bisa diterapkan.
“Oleh karena itu menurut saya terkait dengan penggunaan istilah persetubuhan dengan anak oleh pihak Polda Sulawesi Tengah 100 Persen tepat,” tegasnya.
Persoalan yang kedua, ujar Reza, terkait dengan kemungkinan adanya kemauan atau keinginan atau kehendak dari korban, mari kita tinjau dari sudut pandang hukum, dari sudut pandang hukum kita tutup mata terhadap kondisi batin anak, apakah anak mau atau tidak mau, berkehendak atau tidak berkehendak, setuju atau tidak setuju, bersepakat atau tidak bersepakat, tetap saja anak yang maaf anak yang sudah disetubuhi diposisikan sebagai korban, sementara pihak yang menyetubuhi anak diposisikan sebagai pelaku, tidak ada kompromi terkait itu dari sudut pandang hukum.
Sementara dari sudut pandang psikologi, penting bagi kita untuk memahami bahwa subjek yang kita perbincangkan bukanlah balita, subjek yang kita perbincangkan adalah seorang remaja anak berumur 16 tahun yang notabene sudah melewati usia puberitas, ungkap Reza Indragiri.