KEMENANGAN TELAK, Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno kemarin (19/04) sebelumnya tidak pernah disangka. Semua memperkirakan, kalau pun ada yang menang akan selisih tak sampai tiga-dua persenTapi, reall count hingga semalam kemarin masih menempatkan Cagub/Cawagub nomor tiga meninggalkan nyaris hampir di atas 19 persen lebih.
Saya tidak membahas jauh soal kemenangan Anies-Sandi, karena pasti akan tertinggal jauh dengan analisis-analisis pakar, politisi dan ahli survei dari pendekatan keilmuan masing-masing. Mulai dari kecenderungan dukungan, migrasi totalistik suara AHY 18 persen ke Anies – Sandi sampai spekulasi stagnannya suara Ahok- Djarot. Semua telah banyak diurai di media online nasional sampai televisi swasta nasional.
Harus diyakini bahwa kemenangan Pilkada DKI akan memberikan efek begitu besar pada arus politik di daerah. Baik dari segi mengelola isu, simpati, manuver, kontra isu sampai strategi mengarap dan mengeluarkan tembakan jitu. Pilkada DKI adalah media efektif bagi proses Pilkada-Pilkada di daerah. Terutama kekuatan politik formal yaitu partai politik.
2018, ada sejumlah kepentingan politik lokal yang siklus kepemimpinannya akan berputar. Yaitu di Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala dan Kabupaten Morowali. Kemenangan Gerindra dan PKS pengusung Anies-Sandi, adalah contoh nyata betapa dukungan parpol kali ini begitu memberikan warna yang sangat berbeda. Bandingkan dengan pilkada pilkada sebelumnya, parpol begitu tidak memberikan efek sangat besar. Ini juga dapat didebat, mungkin karena DKI adalah medan tempur utama sehingga tokoh politik nasional baik parpol dan tokoh utama lainnya punya andil besar.
Demikian pula dengan 2019. Ada Pileg dan Pilpres. Sudah dapat dipastikan kemenangan kemenangan di sejumlah Pilkada oleh Gerindra sangat berpeluang ‘mengepung’ Indonesia pada Pileg dan Pilpres mendatang. Waktu dua tahun tidaklah lama. Dipastikan, pergeseran kekuasaan di DKI memiliki kontribusi merubah peta politik nasional. **
oleh: andono wibisono