EDITORIAL REDAKSI
PASCA Sri Mulyani diganti menteri keuangan RI, oleh Purbaya Yudhi Sadewa ada perubahan kebijakan. SMI dikenal taat fiskal untuk menjaga kas negara. Purbaya disebut sebut justru ahli moneter.
Sepekan ini kebijakan keuangan berubah. Mulai sindir sistem perekonomian kering sampai menggelontorkan Rp200 triliun ke perbankan.
SMI diganti Purbaya tiga bulan efektif menjelang akhir tahun (2025). Ia memiliki waktu sat-set tiga bulan (tri wulan keempat APBN). Menormalisasi ekonomi, membuat sistem perekonomian ‘basah’ kembali dan kredit perbankan mengalir di bank-bank plat merah.
Akibat kebijkan efisiensi dan pengetatan anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto sejumlah kementerian yang memiliki program ke daerah juga mengerut. Efeknya di daerah juga tak banyak belanja APBN menciut. Effect dominonya putaran ekonomi melambat dari Januari hingga akhir Agustus. Bahkan dapat disebut ‘sekarat’
Meletusnya demontrasi adalah akumulasi ketidaksanggupnya level bawah masyarakat yang banyak terimbas. PHK dimana – mana. Driver Ojol menurun drastis omset. Semua melakukan penghematan. Pasar sepi. Mal bagai gedung kosong tanpa pengunjung. Hotel sepi tanpa tamu dari daerah di Jakarta.
Daerah terimbas. Karena banyak kabupaten dan kota di Indonesia sangat tergantung dengan APBN. Ketika DAU dan DAK dipangkas bagai rumput ilalang oleh mesin kebijakan, maka semua wilayah bagai ikan yang diangkat dari air kekurangan oksigen.
Akibat kebijakan pengetatan nasional, kini sejumlah kabupaten/kota dan provinsi mengalami kinerja penyerapan anggaran yang menurun drastis. Hingga menjelang akhir tahun banyak program, kegiatan tak maksimal menyerap anggaran.
Pertama; pejabat daerah ‘pasrah’ kebijakan pengetatan. Kedua; diakhir tahun tak akan ‘boros’ untuk menetralkan serapan anggaran sisa tiga bulan. ‘’Rentan sekali kalau serapan anggaran diminta segera dibelanjakan sisa tiga bulan. Baik faktor tehnis, non tehnis dan cuaca serta faktor penegakan hukum. Benar benar kami ditempatkan di ruang dilema oleh kebijakan ini,’’ sebut salah seorang pejabat daerah di sebuah kabupaten kaya di Sulawesi Tengah.
Bila serapan anggaran lemah maka hal itu salah satu indikator tehnokrat tak maksimal menjalankan program dan kegiatan. Bisa mendapat penilaian kurang baik dalam tata kelola keuangan daerah oleh lembaga negara.
Namun, di sisa waktu satu Triwulan di akhir tahun, juga akan riskan bila menggenjot belanja demi serapan keuangan di kas daerah. Bisa – bisa berisiko fatal. Kerugian keuangan daerah atau negara berujung berhadapan dengan penegak hukum. Terlebih, Presiden Prabowo Subianto sangat konsisten pemberantasan korupsi. ***